Page 119 - Buku Kajian Pemantauan UU ITE
P. 119
8. Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar
menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice.
9. Terhadap korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan, namun
tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, maka tidak dilakukan penahanan.
Sebelum berkas diajukan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar diberikan ruang untuk
mediasi kembali.
10. Penyidik agar berkoordinasi dengan pihak JPU dalam pelaksanaannya, termasuk
memberi saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan.
11. Agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan
yang diambil. Kemudian memberi reward dan punishment atas penilaian pimpinan
secara berkelanjutan.
Ketetapan SE ini berlaku untuk setiap kasus yang sedang ditangani maupun kasus
yang berpotensi muncul di masa mendatang. SE ini kemudian diperkuat dengan adanya ST
Kapolri No. ST/339/II/RES.1.1.1./2021 yang diterbitkan tanggal 22 Februari 2021 yang
menegaskan bahwa perkara pencemaran nama baik, fitnah, atau penghinaan yang telah
diatur Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan Pasal 207 KUHP dapat diselesaikan dengan cara
19
restorative justice.
Selaku pihak yang melaksanakan pengawasan siber, Polda Riau menyatakan bahwa
pengawasan terhadap aktivitas siber yang ada selama ini masih belum terlaksana dengan
baik. Hal ini disebabkan karena perkara siber yang paling banyak dilaporkan selama ini ialah
terkait tindak pidana penipuan online yang merugikan konsumen seperti arisan online atau
pinjaman online, dimana aplikasi atau badan usaha pinjaman online yang tidak ada izin
tersebut tidak mendapatkan tindakan untuk melakukan penutupan atas aplikasi tersebut.
Penyidik juga tidak dapat mengetahui kedudukan hukum atau orang yang dapat
dimintakan pertanggungjawaban yang mengatasnamakan pinjaman online tersebut
sehingga menyulitkan proses penegakkan hukumnya. Dengan adanya permasalahan
tersebut, maka diperlukan penguatan koordinasi antara instansi terkait dengan Bareskrim
Polri untuk melakukan pengawasan dan pencegahan agar kasus-kasus tersebut tidak
terjadi lagi.
Salah satu permasalahan pengawasan ITE juga dikemukakan oleh Akademisi FH UI,
bahwa SE Kapolri No. SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk
Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif dikhawatirkan akan
menjadi permasalahan karena poin ketiga SE Kapolri menyatakan bahwa akan
mengedepankan upaya preemptive dan preventif melalui virtual police dan virtual alert
yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah
masyarakat dari potensi tindak pidana siber. Pengaturan tersebut dikhawatirkan akan
menimbulkan permasalahan perlindungan privasi karena kegiatan virtual police
dimungkinkan dapat masuk kedalam media komunikasi ITE yang bersifat privat, seperti
aplikasi chat dan blog privat.
Terkait hal tersebut, Kepala Bagian Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri,
Kombes. Pol. Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa virtual police dipastikan tidak dapat
memasuki area privat terkait penindakan terhadap masyarakat yang berpotensi melanggar
UU ITE di chat WhatsApp. Bahwa akun WhatsApp yang mendapat teguran dari petugas
19
Rofiq Hidayat, "Polri Prioritaskan Pendekatan Restorative Justice dalam Penanganan Kasus UU ITE",
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt6034ad93b26ee/polri-prioritaskan-pendekatan-restorativejustice-
dalam-penanganan-kasus-uu-ite, diakses pada 1 November 2021.
Kajian dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan …
Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI 97