Page 117 - Buku Kajian Pemantauan UU ITE
P. 117
yang memiliki muatan yang melanggar hukum agar tidak dapat diakses dari yurisdiksi
Indonesia”, bukan secara luas pemutusan akses terhadap jaringan internet; Sehingga
Majelis Hakim berpendapat kewenangan Pemerintah dalam memutus akses mencakup
2 (dua) hal yaitu:
1. melakukan pemutusan akses; dan/atau
2. memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan
pemutusan akses.
Sehingga tindakan Pemerintah dalam memutus/melambatkan akses di Papua
diputuskan sebagai perbuatan melanggar oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan
dan tidak sesuai dengan Pasal 40 ayat (2b) UU ITE.
Kemudian menurut Akademisi FH Unair implementasi Pasal 40 ayat (2b) UU ITE
yang dilakukan Diskominfo Jatim lebih banyak ke penutupan akses website yang
mengandung pornografi. Untuk hambatan yang dialami di Provinsi Jawa Timur adalah
penafsiran konsep melanggar hukum yang masih belum jelas dan berpotensi
menimbulkan polemik di masyarakat. Hal serupa juga dikemukakan oleh Diskominfo
Sumut yang menyatakan bahwa kewenangan untuk memutus akses internet seperti
diatur dalam Pasal 40 ayat (2b) UU ITE tidak dimiliki oleh dinas. Kewenangan untuk
memutus akses internet berada pada Pemerintah Pusat karena hal tersebut merupakan
kewenangan mutlak yang dimiliki Pemerintah Pusat. Untuk menjalankan ketentuan
Pasal 40 ayat (2b) UU ITE, Diskominfo Sumut hanya bisa mengadukan kepada Kominfo
jika terdapat konten yang bermuatan melanggar hukum.
Bahwa permasalahan terkait pemutusan akses tidak hanya terjadi di dalam negeri
saja karena menurut Bareskrim Polri Pemblokiran yang dilakukan oleh Kominfo hanya
berlaku ketika pengguna internet menggunakan IP Addres Indonesia, tetapi jika
menggunakan VPN/IP Address luar negeri maka konten tersebut masih dapat diakses,
sebaiknya Kominfo tidak hanya melakukan pemblokiran berdasarkan nama domain saja,
tetapi juga terhadap IP Address Public yang digunakan dan perubahannya.
Permasalahan tersebut diatas menunjukkan bahwa ketentuan mengenai
pemutusan akses telah menimbulkan multitafsir jika dilaksanakan untuk tujuan
kepentingan yang luas hal ini dikarenakan ketentuan tersebut tidak mengakomodir
perkembangan teknologi perihal pembatasan serta indikator khususnya berkaitan
dengan penyebaran informasi yang melanggar hukum.
Mengacu pada beberapa permasalahan tersebut maka ketentuan Pasal 40 ayat
(2a) dan ayat (2b) UU ITE tidak memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang diatur dalam Pasal 5 huruf f UU PPP, asas kejelasan rumusan yang akan
dijelaskan lebih lanjut pada Tabel 52 berikut:
Tabel 52.
Ketentuan pemutusan akses pada Pasal 40 ayat (2a) dan ayat (2b) UU ITE
tidak memenuhi asas kejelasan rumusan
ASAS KETERANGAN
Pasal 5 huruf f UU PPP Bahwa Pasal 40 ayat (2a) dan ayat (2b) UU ITE tidak mengatur
secara menyeluruh mengenai jenis informasi sehingga tidak dapat
Asas Kejelasan Rumusan menjawab kebutuhan sebagaimana maksud dan tujuan dari
pembatasan akses yang berguna untuk kepentingan umum
Kajian dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan …
Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI 95