Page 121 - Buku Kajian Pemantauan UU ITE
P. 121
dalam mengakses berbagai informasi. Pengaturan dalam UU ITE ini sejalan dengan nilai-
nilai yang ada pada masyarakat Indonesia maupun kaidah moral yang diterima secara
universal. Sehingga keberadaan hukum siber termasuk instrumen hukum internasional
yang pengaturannya diakui, diterima, dan dilaksanakan oleh masyarakat sebagai
penerima informasi atau information society. Pada praktik penegakan hukum mengenai
kejahatan transnasional yang salah satunya adalah tindak pidana kejahatan siber,
terdapat faktor-faktor yang seringkali menjadi kendala penegakan hukumnya yang
dijelaskan oleh beberapa pemangku kepentingan.
Menurut Akademisi FH UI saat ini masih terdapat kendala dalam hal untuk
menyamakan pemahaman diantara APH dan Kominfo. Dalam praktiknya telah dilakukan
berbagai macam pendidikan dan pelatihan bagi APH dan Pegawai dari Kominfo, namun
dengan adanya mutasi SDM menyebabkan tingkat pemahaman berkurang karena
singkatnya waktu untuk melakukan transfer ilmu tersebut. Hal senada diungkapkan oleh
Diskominfo Sumut, bahwa mutasi pegawai menjadi permasalahan utama dalam SDM di
Provinsi Sumatera Utara, karena membentuk pegawai yang memiliki kompetensi khusus
di bidang informasi teknologi membutuhkan waktu pelatihan yang tidak
singkat, sehingga saat ini dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan akan SDM tersebut,
Diskominfo Sumut harus merekrut tenaga kontrak diluar PNS yang memiliki keahlian
yang sesuai untuk membantu tugas dan fungsi Diskominfo Sumut.
Lebih lanjut Polda Riau mengungkapkan permasalahan lain yang terjadi
dilapangan, Sub Direktorat Siber Polda Riau mengungkapkan bahwa terdapat kendala
terkait dengan masih kekurangan SDM. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah perkara
yang ditangani, terhitung sejak tahun 2020 sampai dengan bulan Oktober 2021 Sub
Direktorat Siber Polda Riau telah menangani 143 (seratus empat puluh tiga) perkara
dengan SDM yang hanya berjumlah 15 (lima belas) orang sehingga terdapat
ketimpangan dalam pelaksanaannya. Selain itu, OJK menyatakan bahwa APH masih
kurang memahami tindak pidana siber dalam menegakkan UU ITE yang mengakibatkan
belum optimalnya implementasi dari UU ITE yang tengah berjalan tersebut.
Belum optimalnya penegakan hukum terhadap tindak pidana siber disebabkan
karena sarana dan prasarana penegakan hukum yang belum memadai. Penegakan
hukum terhadap tindak pidana siber mutlak memerlukan alat sebab karakteristik dari
kejahatan ini adalah dilakukan dengan alat baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud. Penentuan waktu dan tempat terjadinya tindak pidana siber ditentukan saat
kapan alat itu bekerja efektif, oleh sebab itu analisis telematika sangat diperlukan dalam
mengungkap kejahatan ini. Untuk menelusuri, mendeteksi dan menanggulangi
kejahatan ini. Hal ini menggambarkan bahwa sarana dan fasilitas yang memadai menjadi
hal yang penting dalam proses penegakan hukum. Tanpa adanya sarana dan prasarana
atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan
lancar. Sarana dan prasarana tersebut antara lain, mencakup ketersediaan SDM yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan
pendanaan yang mencukupi. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil
penegakan hukum akan mencapai tujuannya.
Untuk meningkatkan upaya penanggulangan tindak pidana siber yang semakin
meningkat diharapkan dapat diselenggarakan pelatihan dan peningkatan kemampuan
mengenai tindak pidana siber dan cara penanganannya kepada APH serta kemampuan
penyidikan khususnya untuk Kominfo dan Polri. Pelatihan dan peningkatan mengenai
Kajian dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan …
Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI 99