Page 50 - MAJALAH 106
P. 50
an formal perdana Agus adalah di jarinya tetap sulit dikeluarkan. Seisi
SD Pangudiluhur, Jakarta Selatan, kelas ikut panik dan resah. Satu- “Saya adalah
tahun 1975. Ia biasa diantar ayahnya satunya jalan adalah menggergaji salah satu anak yang paling
ke sekolah yang berada di kawasan kursi tersebut, agar jari Agus bisa nakal. Memori masa kecil penuh
Jl. H.Nawi, Jakarta Selatan. Namun, selamat dari himpitan lubang kursi. dengan kenakalan. Dasar pribadi saya
pulang sekolah, ia kerap naik bus Kursi pun digergaji dan jari Agus selalu ingin tahu dan berani mengambil
kota yang jaraknya tak jauh dari akhirnya bisa dikeluarkan. Kenangan risiko. Berkelahi sudah seringlah di
rumah. “Naik bus relatif aman dan yang menghebohkan satu sekolah. SMP,” akunya, mengenang masa sekolah.
bersih tidak seperti sekarang. Dan Di angkatannya, boleh dibilang Agus
bus itu satu jalur hingga ke rumah Tahun 1981, Agus menamatkan adalah yang ternakal. Kenakalannya
saya,” ujarnya. SD dan langsung melanjutkannya
di yayasan sekolah yang sama, telah merepotkan sekolah dan
Di sekolah, Agus sangat suka SMP Pangudiluhur. Prestasinya orangtuanya sendiri.
pelajaran matematika. Kecerdasan masih terus berlanjut di SMP. Selain
Agus selalu menempatkanya matematika, Agus menyukai pula
pada ranking teratas di kelasnya pelajaran sejarah. Namun, prestasi
sepanjang 6 tahun di SD. Soal akademiknya dibarengi pula dengan
prestasi belajar, ia hanya bersaing kenakalan masa kecil di sekolah. Berkelahi sudah seringlah di SMP,”
dengan teman sekelasnya bernama Berkelahi hampir menjadi warna akunya, mengenang masa sekolah.
Rizka. Ranking 1 dan 2 selalu hidupnya. Dihukum di sekolah Di angkatannya, boleh dibilang Agus
bergantian antara dirinya dan Rizka. hampir setiap hari. adalah yang ternakal. Kenakalannya
Tak hanya itu, Agus kecil juga selalu telah merepotkan sekolah dan
dipercaya menjadi ketua kelas. “Saya adalah salah satu anak yang orangtuanya sendiri.
paling nakal. Memori masa kecil
Bahkan, setiap hari Senin, Agus penuh dengan kenakalan. Dasar “Saya ingat, ibu saya ketika
selalu didaulat menjadi komandan pribadi saya selalu ingin tahu dan saya di SMP, hampir setiap dua
upacara di sekolahnya. Agus sendiri berani mengambil minggu sekali dipanggil ke sekolah.
tak mengetahui, mengapa ia selalu r is ik o . Mungkin tingkat kenakalan saya
dipercaya memimpin teman-teman- di atas rata-rata anak-anak lain,”
nya di kelas dan menjadi seorang
komandan upacara. Mung kin
pertimbangan para gurunya ketika
itu, karena ia siswa berprestasi dan
pemberani.
Ada kejadian menarik saat masih
di SD. Suatu hari di dalam kelas,
Agus duduk di atas kursi. Dahulu,
kursi sekolah dari kayu jati itu,
memiliki lubang-lubang kecil di
tengahnya. Sambil duduk, Agus
iseng memasukkan jarinya ke
lubang kursi. Tak dinyana, jari Agus
tak bisa dikeluarkan lagi dari
lubang tersebut. Jarinya
te r s an g k u t , k ar e n a
ukuran lubang dan
jarinya begitu pas.
Agus panik. Ia
minta bantuan
te m an -
temannya dan
guru. Setelah
d ib a n t u ,
50 PARLEMENTARIA EDISI 106 TH. XLIII, 2013