Page 49 - MAJALAH 100
P. 49
bermain air, cukup menjadi kenangan
indah di masa kecil. Bila ditanya cita-
citanya ketika kecil, Iman ingin sekali
jadi dokter. Namun, bayangan cita-
cita itu memudar seiring perjalanan
hidupnya yang banyak mengenal
beragam profesi. Semasa SD hingga
SMP, Iman kecil aktif berorganisasi di
sekolah. Ia aktif di Osis dan pramuka.
Sebagai pelajar teladan, Iman diutus
mewakili SMP 1 Tasik untuk mengikuti
ajang pelajar teladan di tingkat
kabupaten. Di ajang ini ia menduduki
peringkat III. Tahun 1982 lulus SMP
dan melanjutkan ke SMA Negeri 2
Tasikmalaya. Kali ini, jarak yang agak
jauh dari rumah, memaksa Iman
harus naik angkutan kota (angkot) ke
sekolahnya. Dahulu, angkot dikenal juga
oleh masyarakat Kota Tasik dengan taxi.
Jadi, menaiki taxi bukan berarti naik Menuntut Ilmu ke Jepang
mobil sedan mewah seperti dikenal di Jakarta. Taxi
adalah angkot, begitu masyarakat Tasik menyebutnya. Memulai kuliah di IPB lumayan menguras waktu
Hanya satu kali Iman biasa naik taxi ke sekolahnya. dan pikiran. Apalagi bagi para mahasiswa PMDK
beban studinya sangat berat. Iman muda harus
Semasa di SMA, Iman kian aktif berorganisasi. menyelesaikan mata kuliah kimia dan matematika
Bahkan, ia sudah aktif mengikuti diskusi-diskusi politik dalam sebulan. Buku kuliahnya sangat tebal. Siang
bersama para aktivis HMI dan PII. Di masa belia ia dan malam tak pernah jauh dari buku kuliahnya yang
sudah bersentuhan dengan tema-tema politik. Inilah tebal itu. Memasuki masa ujian, Iman sibuk belajar di
yang kelak mendorongnya menjadi politisi. Hampir kamar kost. Suatu malam listrik padam. Terpaksa ia
semua mata pelajaran di sekolah sangat disukainya. menyalakan lilin agar bisa terus belajar.
Hanya satu pelajaran yang ia tidak sukai bahkan
hingga kini. Pelajaran seni. Ia tak bisa menyanyi! Lelah belajar, Iman pun terlelap tidur. Buku kuliah
matematika yang tebal tergeletak tak jauh dari
Di bangku SMA inilah, untuk pertama kalinya ia bisa tubuhnya. Malam itu, tak dinyana api lilin menyambar
tembus hingga ke tingkat Provinsi Jawa Barat dalam dan menghabiskan buku tebal tersebut. Iman belum
ajang kompetisi pelajar teladan. Iman menempati menyadari ada api dan kepulan asap menggumpal
peringkat II. Aktivitas olahraga dan organisasi kian di dalam kamar kostnya. Pukul 03.00 dini hari, ia
memenuhi hari-hari Iman di sekolah. Tamat SMA, terbangun dalam kondisi sesak nafas. Ia terperanjat
sebagai salah satu pelajar teladan, ia sempat dijanjikan melihat api melahap buku kuliahnya. Sedih dan panik
oleh Gubernur Jawa Barat waktu itu Aang Khunaefi tentu. Iman pun pasrah, bersimpuh dan berdoa, seraya
untuk masuk ke ITB tanpa tes dan biaya. Kebetulan memohon kepada ilahi, diringankan langkahnya saat
Iman, memang, ingin sekali masuk ITB. ujian yang segera digelar pada pukul 09:00 pagi itu.
Tapi janji itu tak jelas. Iman agak kecewa, karena Pukul 07:00, Iman bergegas pergi ke rumah sahabat
tak jadi masuk ITB. Sementara sebelumnya sudah kuliahnya untuk sekadar membaca buku menjelang
ada tawaran dari IPB yang sempat ditampiknya. IPB ujian. Di rumah sahabatnya itu, ia membaca secara
waktu itu menawarkan program Penelusuran Minat spintas bagian-bagian yang menurut dirinya penting.
dan Kemampuan (PMDK) bagi Iman. Atas desakan Tak dinyana, ternyata saat ujian, bagian-bagian itulah
orangtua dan guru ngajinya, Iman terpaksa mendaftar yang justru keluar dalam ujian. Akhirnya, ia mendapat
ke IPB di Bogor walau tak tertarik. Tapi, sang guru ngaji nilai yang sangat bagus. Padahal, teman-temanya
memberi nasihat. Katanya, apa yang kita sukai, belum justru banyak yang tak lulus.
tentu disukai di mata Allah. Nasihat itu membekas di
hati Iman. Walau sebetulnya ia lebih suka ke ITB, tapi “Alhamdulillah saya lulus dengan nilai yang cukup
akhirnya ia ikhlas kuliah di IPB. bagus. Nah, dari situ, karena saya sudah berbuat
dalam sebulan itu, saya terus harus betah di IPB,”
kenangnya penuh tawa. Kondisi kampus di seluruh
PARLEMENTARIA EDISI 100 TH. XLIII, 2013 49