Page 21 - MAJALAH 140
P. 21
Kendala apa saja yang menye bab- Pertembakauan pun begitu. Nanti ada secara rasional. Yang terpenting buat
kan lambatnya pembahasan RUU? RUU lain ditekan lagi. Nah, kalau begini saya adalah kita bekerja melaksanakan
Ketentuannya adalah pembahasan LSM saja yang disuruh mengambil amanat konstitusi, pakemnya jelas dan
UU paling lama tiga kali masa sidang, kebijakan, tidak perlu ada DPR RI . tidak bertentangan dengan hak-hak
berarti kan ada penyebab. Penyebab ini warga negara.
yang segera kita ungkap, cari tahu apa
hambatannya. Apakah karena tingkat Presiden sempat menekankan
kehadiran Anggota Pansus atau Panja. untuk tidak mengesampingkan
Atau juga mungkin karena faktor lain kualitas UU, menurut tanggapan
seperti Daftar Inventarisasi Masalah DPR RI tidak boleh mundur. Bapak gimana?
(DIM). Mungkin ada DIM Pemerintah DPR RI adalah pejabat Saya setuju dan selalu saya katakan
dan DIM DPR RI yang tidak sejalan kepada rekan-rekan Baleg untuk
sehingga menjadi dead lock. negara yang secara mengubah mindset mereka, bahwa
Kedepan, kita akan coba kupas konstitusional diatur sebagai DPR RI jangan dijadikan semacam
secara tuntas persoalan mendasar otoritas pembuat UU. pabrik UU. Kualitas merupakan output
32 RUU ini, yang sekarang posisinya daripada pembahasan RUU. Kualitas
masih di masing-masing pimpinan Selama itu diyakini, bahwa itu sangat penting. Jadi, RUU itu harus
Komisi maupun Pansus. Kalau ini bisa RUU ini memenuhi hajat diundangkan berdasarkan kualitas
diselesaikan, artinya prestasi kita kepentingan bangsa dan UU itu sendiri serta membawa asas
cukup bagus. Mengingat, ada 16 RUU manfaat.
yang sudah disahkan menjadi UU. negara, dan mengacu asas Dengan demikian, kita perlu
kepentingan bangsa dan mengetahui pakem-pakem dalam
Bagaimana dinamika dalam pembahasan RUU, yaitu tidak boleh
pembahasan RUU selama ini? negara, kita tidak boleh menabrak konstitusi. Kita juga
Pembahasan RUU memang cukup mundur. menganut asas transparansi, artinya
dinamis. Contohnya, sekarang ini bahwa kita mendengarkan semua
kita mendapat banyak tekanan dari stakeholder. Namun, tidak serta merta
LSM. Setiap RUU yang berkaitan juga keinginan mereka kita ikuti.
dengan potensi ekonomi ataupun Harus mengedepankan kepentingan
berkaitan dengan kepentingan dunia Bagaimana Baleg menyikapi ini masyarakat, bangsa dan negara.
internasional, Pemerintah ditekan oleh kedepannya?
LSM, akhirnya Pemerintah mundur, Dibutuhkan keberanian dari DPR Langkah apa yang akan dilakukan
DPR RI juga mundur. Nah, ini yang RI , jangan hanya karena mendapat Baleg untuk meningkatkan produk-
sebaiknya DPR RI tidak boleh mundur. tekanan, kemudian mundur, hanya tivi tasnya?
DPR RI adalah pejabat negara yang karena ingin mencari popularitas. Sejauh ini, Baleg sudah melaksa-
secara konstitusional diatur sebagai Kita mengikuti keinginan LSM, tidak nakan tugasnya secara maksimal dan
otoritas pembuat UU. akan populer kok kita, wong rakyat mampu menyelesaikan tugas-tugas
Selama itu diyakini, bahwa RUU yang merasakan. Misalnya, saat kita atau mandat yang diberikan, yaitu
ini memenuhi hajat kepentingan membahas RUU Pertembakauan, tak hanya sampai tingkat harmonisasi.
bangsa dan negara, dan mengacu sedikit pihak luar menekan kita dengan Kami juga melihat ada satu celah yang
asas kepentingan bangsa dan negara, kepentingan yang berbeda-beda. mungkin akan menjadi usulan, yaitu
kita tidak boleh mundur. Seperti Dengan demikian, kita harus jika ada usulan inisiatif dari Anggota
pembahasan revisi UU KPK lalu, itu waspada jangan sampai dalam DPR RI ditengah proses perjalanan,
kan mubazir juga. Kita sudah selesai pembahasan RUU kita di intervensi maka sebaiknya diserahkan kepada
bahas, kemudian pemerintah mundur. oleh kepentingan kelempok tertentu. Baleg. RUU usulan seperti ini
Seharusnya, prosesnya tetap berjalan, Oleh karenanya, semua hambatan- akan dijadikan slot sehingga tidak
tentunya nanti akan ada solusi. hambatan tersebut akan kita bedah
Itulah salah satu faktor yang menjadi
penghambat proses pembahasan
RUU. Sama halnya dengan revisi UU
KPK yang ditekan oleh LSM, RUU
PARLEMENTARIA EDISI 140 TH. XLVI - 2016 l 21