Page 25 - MAJALAH 135
P. 25
Kenaikan Iuran Bukan Solusi
dr. Restuti Hidayani Saragih dan dr. Sara Bintang,
dokter di Sumatera Utara dan Riau
untuk menyelesaikan permasalahan pelayanan,” tegas Restuti.
Walaupun ia mengakui, besaran klaim kapitasi dan INA CBGs
belum sesuai dengan real cost dan harga keekonomian, jika dikaitkan
dengan besaran iuran dari peserta BPJS Kesehatan.
“Tapi sebelum membi ca rakan itu, apakah pernah ada audit terbuka
kepada BPJS Kesehatan? Harus ada audit terbuka. Wajib diperiksa
oleh lembaga audit, supaya tahu kondisi di dalamnya,” tegas Bintang.
Dua dokter dari provinsi yang berbeda ini sepakat, kenaikan Restuti menegaskan, tak ada hubungan antara kenaikan iuran
iuran bukan satu-satunya solusi dalam memperbaiki pelayanan BPJS dengan honorarium yang diterima tenaga medis. Menurutnya,
Kesehatan. Pasalnya, tak mudah memperbaiki pelayanan, jika fasilitas kepentingan pasien harus lebih diutamakan.
kesehatan yang disediakan Pemerintah tak memadai. “Ini bukan hanya masalah kesejahteraan tenaga kesehatan,
“Kenaikan iuran tidak bisa dikorelasikan dengan perbaikan tapi sumpah kami dalam meletakkan keselamatan pasien dalam hal
pelayanan. Kami diminta untuk melakukan 155 diagnosis, tapi pertama dan utama. Tapi, bagaimana kami mau melakukan hal itu,
fasilitasnya mana, obatnya mana. Kenaikan iuran ini bukan semata jika supporting system tidak mendukung dan salah,” heran Restuti.
Prosesnya Terlalu Rumit
Henny Hanifah, Ibu Rumah Tangga
rujukan. Padahal, jarak RS lebih dekat dari rumah dibanding
Puskesmas. Ini sedikit merepotkan, dan cukup rumit prosesnya,” nilai
ibu rumah tangga beranak dua itu.
Hal itu terjadi saat orang tuanya harus menjalani kontrol atau
Benahi dulu fasilitas dan pelayanannya, kalau mau menaikkan periksa setiap seminggu sekali ke dokter ahli di salah RS di daerah
preminya, menjadi ungkapan pertama Henny Hanifah ketika dimintai Tangerang Selatan. Setiap kali akan periksa, ia harus membuatkan
komentar mengenai program BPJS Kesehatan. Menurutnya, surat rujukan ke Puskesmas. Kerumitan lainnya adalah ketika proses
kehadiran BPJS Kesehatan sangat membantu, namun prosesnya pendaftaran BPJS Kesehatan.
terlalu rumit. “Untuk mendaftarkan diri sebagai sebagai peserta BPJS Kesehatan,
“Contoh saja, untuk periksa ke rumah sakit terdekat, pasien kita harus rela antri panjang di kantor BPJS sepagi mungkin. Lewat dari
diharuskan ke Puskesmas terlebih dahulu untuk meminta surat jam 9 pagi, nomor antrian sudah habis,” keluh Henny.
Perlu Beberapa Pembenahan
dr. Afdhalun Hakim, Sp.JP, Perwakilan Dokter Indonesia Bersatu (DIB)
Sebagai tenaga kesehatan, dokter yang bertugas di Kepulauan bekerja dengan keterbatasan, oleh
Riau ini menegaskan, ia menginginkan perbaikan dalam pelaksanaan karena adanya restriksi daripada biaya
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dijalankan oleh pengobatan, tanpa disadari bahwa
BPJS Kesehatan. Walaupun pelaksanaan JKN ini berdasarkan amanat tenaga kesehatan itu bekerja di bawah
UU, namun harus ada beberapa pembenahan. substandar, yang beresiko pada pasien
“Kami concern pada keselamatan pasien. Pasien perlu mendapat dan tenaga kesehatan itu sendiri.
pelayanan yang layak dan berkeadilan. Dokter juga harus mendapatkan “Ini yang kita harapkan adanya
perlindungan. Jika dokter bekerja di bawah substandar, tiba-tiba terjadi perbaikan. DIB sangat concern terhadap
hal-hal yang tak dinginkan pada pasien, maka dokter yang akan dituntut. masalah kesehatan di masyarakat.
Kami sebagai tenaga kesehatan, sangat mengharapkan perlindungan, Kami berjuang dalam segala lini. Kami
agar dapat bekerja sesuai standar,” jelas Afdhalun. ingin agar segera ada perbaikan dalam
Menurut dokter spesialis jantung ini, jika tenaga kesehatan sistem JKN,” katanya.
PARLEMENTARIA l EDISI 135 TH. XLVI - 2016 l 25