Page 24 - MAJALAH 135
P. 24
SUARA PUBLIK
Buruh Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)
Mewakili suara peserta mandiri. Namun buruh memiliki prinsip, karena pelayanan
buruh, Presiden KSPI dari BPJS Kesehatan belum maksimal, kepada seluruh pesertanya,
Said Iqbal menegaskan termasuk kepada peserta mandiri. Seperti, pasien yang berobat ke
bahwa buruh menolak rumah sakit, tapi malah ditolak. Terus bagi buruh, sebagai peserta
kenaikan iuran BPJS BPJS Kesehatan, ketika berobat, harus menambah biaya untuk
Kesehatan yang diatur obat,” tegas Iqbal.
dalam Perpres No 19 Menurutnya, memberikan pelayanan kesehatan adalah tugas
Tahun 2016. Pasalnya, negara, bukan memungut iuran seperti ‘rentenir yang menghisap
p el aya na n BPJS darah’. Apabila tujuannya untuk menyelamatkan keuangan BPJS
Kesehatan dinilai masih buruk. Ditambah dengan perekonomian Kesehatan, solusinya bukan menaikkan iuran. Tetapi menaikkan
saat ini yang masih terpuruk, maka kenaikan iuran peserta BPJS anggaran PBI dari kurang lebih Rp 20 triliun menjadi Rp 30 triliun.
dikhawatirkan akan sangat memberatkan masyarakat. “Lebih baik ini diperbaiki dulu, setelah terlihat terasa oleh peserta,
“Walaupun dalam Perpres tersebut, yang dinaikkan adalah iuran baik buruh maupun peserta mandiri, atau PBI, baru perlahan iuran
dinaikkan,” imbuhnya.
BPJS Kesehatan Baik, Jika Pelayanan Dimaksimalkan
Aisyah Nurrahma, Karyawan Swasta
Aisyah menilai, program BPJS kesehatan sebenarnya baik untuk malam dengan kapasitas rumah sakit
masyarakat menengah ke bawah. Menurutnya, karena pelayanan yang hanya menerima 3 pasien, itu
BPJS Kesehatan sifatnya universal, dalam artian saat ini semua pun di hari berikutnya dan saya harus
jenis fasilitas kesehatan dialihkan ke bantuan Pemerintah, namun mengantri untuk pengambilan nomor
banyak hal yang harus dibenahi dari itu semua, terlebih pelayanan dari jam 9 malam,” kata Aisyah.
yang kurang memuaskan. Namun, karena pelayanan di
“Sebenarnya wajar kenapa pelayanannya kurang baik, karena ini RS itu dirasa tidak maksimal karena
sifatnya umum dan bantuan dari pemerintah jadinya ya wajar kalau menggunakan kartu BPJS Kesehatan,
kurang memuaskan,” ujar karyawan swasta itu. ia meminta agar pengobatan orang-
Ia pun menceritakan pengalaman buruk saat mengantar tuanya dipindahkan ke salah satu RS di Jakarta, yakni RS Pasar Rebo.
orangtuanya berobat dengan menggunakan BPJS Kesehatan. Hal “Alhamdulillah, di RS Pasar Rebo bagus pelayanannya,” imbuhnya.
itu bermula ketika ia mengantar orangtuanya berobat ke salah satu Menurutnya, Pemerintah harus benar-benar mempertimbangkan
rumah sakit di bilangan Kota Depok, Jawa Barat. “Hanya RS tersebut sebelum menaikkan iurannya. Pasalnya, masih ada pelayanan yang
yang mempunyai poli yang akan saya tuju. Saya harus datang jam 12 dirasa belum memuaskan.
BPJS Kesehatan Beri Bukti
Diah Sekar Sari, Ibu Rumah Tangga (IRT)
Pelayanan BPJS Kesehatan yang memburuk, ia segera membawa Atha ke RS Awal Bros Tangerang.
dinilai kurang maksimal, masih menjadi Selama lima hari Atha dirawat, menghabiskan biaya hingga Rp 4 juta lebih.
sorotan bagi pesertanya. Namun, “Tetapi, semua biaya itu dicover semua oleh BPJS Kesehatan,
di tengah sorotan negatif itu, Diah sehingga hanya dibenani biaya Rp 13 ribu. Itu sudah termasuk biaya
Sekar Sari, seorang IRT di bilangan UGD, rawat inap, dokter, obat, hingga laboratorium. Selama ini yang
Tangerang, Banten, justru malah dikatakan BPJS berbelit-beli dan rumit, namun saya merasakan
mendapatkan pelayanan yang sangat manfaatnya secara langsung,” senang Diah.
maksimal dari BPJS Kesehatan. Diah menambahkan, selama proses pengurusan, dirinya tak
Menurutnya, BPJS Kesehatan telah menemui kendala berarti, karena ia mengikuti prosedur dengan baik,
memberikan bukti nyata. dan membayar iuran dengan tepat waktu. “Yang belum punya kartu
Hal bermula ketika anak pertamanya, Atha Rauf (6 tahun) terserang BPJS Kesehatan, saya sarankan untuk segera membuatnya. Saya
virus Demam Berdarah Dengue (DBD). Mengetahui kondisinya semakin anjurkan juga untuk rutin membayar iuran,” kata Diah.
24 l PARLEMENTARIA l EDISI 135 TH. XLVI - 2016