Page 30 - MAJALAH 67
P. 30

PENGAWASAN


            merumuskan kebijakan nanti kita   dari kontrak itu,” tegas Tjatur.  Amerika pasti memenangkan Amerika.
            payungi dengan UU.  Nanti kalau     Dirinya juga menghimbau,          DPR, Pemerintah beserta lembaga
            pemerintahnya tidak mengikuti itu  Pemerintah tidak mengkhawatirkan  yudikatif seharusnya bersatu padu
            berarti melanggar UU. Sekarang seakan-  pengenaan penalty. Ia mencontohkan,  untuk mengamankan kepentingan
            akan pemerintah itu sangat berkuasa  nasionalisasi ala Bolivia, mereka tidak  nasional. Jangan sampai DPR dan
            dalam energi, bebas menjual kemana  kena penalty. Di sana lanjutnya, diberi  pemerintah membuat kesepakatan
            saja. Makanya kontrak-kontrak gas  waktu enam bulan. Mereka ikut kontrak  pungutan ekspor batubara tapi
            minyak dan sebagainya harus melalui  baru atau mereka disuruh pergi dan  dibatalkan MA seperti kemarin. Kalau
            persetujuan DPR sebelum di        dinasionalisasikan. Ternyata mereka  tidak nasib kita di serah kan orang lain.
            tandatangani.                     memilih ikut kontrak baru.       Rakyat ini yang susah.
               Terkait masalah kontrak, dijelaskan  Jadi tidak ada bukti bahwa mereka
            Tjatur, dalam hubungan perserikatan  akan mengucilkan kita, kenyataanya  Selamatkan Listrik Nasional
                                                                                  Pengamat intelijen menganalogikan,
                                                                               untuk membunuh sebuah bangsa
                                                                               cukup dengan hanya mengambil
                                                                               energinya maka bangsa itu akan mati
                                                                               dengan sendirinya. Menurut Tjatur,
                                                                               ungkapan ini sangat relevan dengan
                                                                               kondisi bangsa kita saat ini mengalami
                                                                               krisis energi listrik yang cukup parah.
                                                                               Rasio elektrifikasi yang baru mencapai
                                                                               56 %, seringnya terjadi pemadaman
                                                                               listrik yang memukul sektor industri dan
                                                                               rumah tangga, serta laju penyediaan
                                                                               energi listrik yang lambat adalah wajah
                                                                               yang menunjukkan betapa parahnya
                                                                               krisis energi listrik bangsa ini.
                                                                                  Tjatur menilai, sedikitnya ada dua
                                                                               akar permasalahan penyebab terjadinya
                                                                               krisis energi listrik di Indonesia. Pertama,
                                                                               masalah ketersediaan sumber energi
                                                                               serta Good Corporate Governance
                                                                               PT.PLN. Ketiadaan sumber energi
                                                                               murah dan berkelanjutan (terutama gas
                                                                               dan batubara) adalah akar utama yang
                                                                               dihadapi PLN saat ini.
            ada dua hal yaitu pakta sub servanda.  mereka cuma mencari untung semata.  Hal itu lanjutnya, mengakibatkan
            Kontrak itu harus dihormati antara  220 juta warga negara kita di sandera  pengadaan energi listrik oleh PLN
            kedua belah pihak. Dalam hubungan  oleh selembar kertas yang namanya  “terpaksa” tergantung pada  BBM,
            internasional ada klausul yang kedua  kontrak.  Menurut saya pemerintah  padahal harganya kian menjulang
            yaitu rebus sixtantibus, kontrak bisa  harus lebih berani. Untuk batubara,  tinggi. BBM masih mendominasi 35%
            berubah jika situasi berubah atau bila  harus dirombak total rezim kontrak  dari bauran sumber energi dan
            salah satu pihak merasa dirugikan.  karya. Jangan ada lagi kontrak karya,  menyerap 75% dari anggaran bahan
               Selama ini, Pemerintah selalu  karena kontrak karya itu menyamakan  bakar, sehingga menyebabkan kinerja
            mengatakan jika kita membatalkan  kedudukan negara dengan kontraktor.  keuangan PLN amburadul. Akibatnya
            kontrak, maka investor nanti akan lari.  Kalau seluruh kontrak-kontrak itu di  negarapun terpaksa menyisihkan
            Bagi Tjatur, tidak masalah kalau satu  arbitrasekan kita pasti kalah, kalau  subsidi 7,0% dari total anggaran
            investor lari, pasti ada investor lain akan  menggunakan arbitrase internasional,  belanjanya untuk menyubsidi.
            datang. “Pemerintah  harus  berani.  karena arbitrase internasional itu adalah  Kegagalan PLN mendapatkan
            Ancaman dari pemegang modal       alat untuk menjaga kepentingan negara-  sumber energi murah, bukan berarti
            terhadap negara berkembang itu hanya  negara maju.                 Indonesia tidak mempunyai sumber
            gertak sambal. Itu juga ada di covenant  Kita harus mencontoh Cina. disana  daya yang murah. Krisis energi sejatinya
            PBB tentang politik dan HAM,      seluruh  dispute dengan kontraktor  adalah wujud paradoks dari kenyataan
            seluruh Negara berhak memanfaatkan  diselesaikan dengan arbitrase cina.  bahwa bangsa ini memiliki sumber
            sumber alamnya, itu hak asasi dari  Sekarang kita harus ikut Amerika,  energi yang relatif cukup banyak dan
            Negara dan UU disitu jauh lebih tinggi  misalnya urusan  Kaarabodas, MA  beragam bila dibandingkan dengan


            30      PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 67
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35