Page 38 - MAJALAH 67
P. 38
ANGGARAN
presiden mengatakan ini merupakan Pidato kenegaraan Presiden Susilo memanipulasi indicator-indikator dalam
yang pertama kali terjadi sejak Orde Bambang Yudhoyono ditanggapi penghitungan angka kemiskinan,”
Baru, padahal tahun 2004 kita sudah beragam oleh fraksi-fraksi di Senayan. ungkapnya.
swasembada pangan,” jelasnya. Tidak sedikit yang menganggap SBY Dia mencontohkan, penduduk
Ia menilai tolak ukur keberhasilan telah memanfaatkan forum tersebut Indonesia yang bekerja serabutan tidak
dalam bidang pangan dimana untuk kampanye terselubung lagi dimasukkan dalam kategori miskin.
menggunakan patokan harga beras di menjelang 2009. Padahal, dalam perhitungan
bawah harga internasional merupakan “Pidato Presiden lebih pada pidato sebelumnya mereka dikategorikan
langkah yang tidak tepat. “Itu politik, bukan pidato kenegaraan,” ujar sebagai orang miskin dengan
merupakan politik pangan yang tidak anggota Fraksi Partai Amanat Nasional perhitungan standar penghasilan
tepat,” katanya. Drajad H. Wibowo usai pidato tertentu.
Dalam keterangannya usai Rapat kenegaraan dibacakan. “Logikanya, kalau angka
Paripurna, Hasto menilai angka Menurut Dradjad, pidato SBY kemiskinan menurun, maka jumlah
kemiskinan yang diambil pemerintah mirip kampanye politik imcumbent penerima BLT berkurang. Nah
sangat tidak tepat. Menurutnya data dalam dunia politik modern. Biasanya, sekarang justru bertambah banyak,”
yang diambil dari BPS pada katanya.
Maret 2008 sudah berbeda Terkait dengan
jauh dengan kemiskinan pecanangan swasembada
faktual. beras pada 2008, Drajad juga
“Yang diukur LIPI sekitar melihat ada kejanggalan.
21,6 persen pada bulan Mei Menurut dia sejumlah
2008. Hal seperti inilah yang wilayah lumbung beras di
kami ragukan,” katanya. Pulau Jawa saat ini terancam
Lebih jauh Hasto kekeringan. Sementara dalam
menjelaskan tolak ukur pidatonya, presiden tidak
keberhasilan suatu program menjelaskan strategi
tidak hanya diukur dari menghadapi ancaman
kenaikan anggaran. kekeringan tersebut.
Menurutnya selama “Bahkan SBY tidak
pemerintahan SBY-JK, sejak memaparkan data produksi
tahun 2004, anggaran negara beras dan predikdi berapa
sudah naik hampir 450 triliun. besar hasil panen untuk
“Kalau kita lihat kualitas mencapai swasembada,”
pertumbuhan tidaksebanding ujarnya.
dengan biaya ekonomi yang
kita keluarkan,” katanya. Sambut Positif
Ia mendesak pemerintah Kritik banyak, pujian
melakukan koreksi atas juga datang dari partai utama
kebijakan belanja yang pendukung pemerintah.
Hasto Kristiyanto (F-PDIP)
sebelumnya tidak tepat. Ketua Fraksi Partai Golkar
“Harus ada koreksi atas Priyo Budi Santoso
kebijakan belanja yang sebelumnya dalam sebuah momen seremonial menegaskan pihaknya tidak ragu-ragu
tidak tepat. Dimana kebijakan belanja seperti itu diselipkan pembelaan lagi mendukung pemerintah.
menunjukan sangat ekspansif tapi tidak terhadap wacana atau isu yang “Tidak terduga bisa sedahsyat itu.
sebanding dengan target berkembang di masyarakat. Misalnya Saya memplopori standing ovation.
pertumbuhannya,” kata Hasto. membela diri tentang kemiskinan, Yudhoyono benar-benar menunjukkan
Ia menegaskan semestinya harus pengangguran, pendidikan, hingga isu kelasnya hari ini,” cetusnya.
ada re-orientasi total bahwa dalam politik yang menyudutkan pribadinya. Pidato tersebut dinilai berhasil
startegi pembangunan yang Lantas Dradjad mencontohkan menutupi isu miring yang menimpa
mendukung pemerataan seharusnya beberapa kejanggalan dalam pidato itu, pemerintah akhir-akhir ini. Sejumlah
berpihak pada sektor utama nasional misalnya paparan yang menjelaskan data keberhasilan menunjukkan bahwa
seperti pertanian, kelautan dan penurunan angka kemiskinan. Dia pemerintah tetap bekerja untuk
perkebunan. “Itu seharusnya sebagai menilai, Badan Pusat Statistik (BPS) meningkatkan kesejahteraan
tulang punggung utama. Dari situ kita telah memberikan laporan yang masyarakat.
kembangkan kebijakan lainnya,” terkesan asal bapak senang (ABS). “Segala jurusnya dikerahkan untuk
katanya. “BPS dangat keratif dalam tampil lebih gagah. Hingga menutup
38 PARLEMENTARIA TH. XXXIX NO. 67