Page 29 - MAJALAH 153
P. 29
Firman.
Politisi asal dapil Jawa Tengah
itu memastikan, dalam penyusunan
sebuah RUU, semua pihak harus
menaati aturan yang ada. Terutama UU
No 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Penyusunan RUU.
“Sekarang Baleg sudah melakukan
tahapan-tahapan, baik yang terkait
aspek filosofis, yuridis, dan kemudian
masalah teknis. Setelah kami
melakukan harmonisasi tentunya ada
perubahan-perubahan. Perubahan
ini penyempurnaan-penyempurnaan
Gambar Illustrasi Hybrid Multiplexing http://goblognoid.blogspot.co.id/2015/05/multiplexing-komunikasi-data.html sebagaimana yang diatur UU tadi,”
tandas Firman.
memakan waktu, sehingga rasionalnya asing. Komisi I DPR mengkehendaki Baleg pun telah mendengarkan
itu lima tahun, berdasarkan usulan nol persen, tetapi Baleg menemukan para pemangku kepentingan atau
teman-teman pelaku usaha,” imbuhnya. ternyata ada peraturan presiden sebagai stakeholder, misalnya TV swasta,
Terkait hal itu, Firman mengaku peraturan turunan UU Investasi, asosiasi TV kabel, Komisi Penyiaran
pihaknya akan mencari titik tengah dimana untuk investasi di pertelevisian Indonesia (KPI), dan pemerintah.
dari jangka waktu migrasi dari analog swasta atau penyiaran diperbolehkan Semua berharap UU ini menjadi aturan
ke digital itu. “Ini nanti dicari titik maksimal 20 persen. yang berkeadilan.
tengahnya. Titik tengahnya mungkin “Investasi asing jelas, kita tidak “Pada dasarnya kami menyusun
bisa itu menjadi empat tahun, kira-kira boleh bertentangan dengan peraturan sebuah UU itu jangan sampai ada
seperti itu,” kata dia. presiden, itu jelas 20 persen maksimal. implikasi menjadi salah satu regulasi
Perbedaan lain, tambah Jadi tetap tidak boleh bertabrakan aturan yang menimbulkan sebuah
politisi F-PG itu, soal digital dividen. dengan peraturan uu yang lain. Justru bentuk monopoli baru. Apakah itu
Menurutnya, ada keinginan pemerintah kalau di nolkan maka rawan dengan monopoli yang dilakukan lembaga
bahwa digital dividen ini juga akan gugatan,” paparnya. negara, lembaga pemerintah atau yang
dilakukan pemanfaatan frekuensi untuk Sehingga, Baleg mengharapkan dilakukan oleh pelaku sektor atau
telekomunikasi. Namun, hal ini akan investasi maksimal 20 persen, swasta,” jelas Firman.
bertentangan dengan Undang-undang sebagaimana diatur dalam Peraturan “Regulasi kita buat untuk
Telekomunikasi. Baleg dan Komisi I Presiden No 44 Tahun 2016. Kemudian, kepentingan nasional, tetapi peran
pun tidak setuju dengan digital dividen soal single mux dan multiplexing. Isu itu swasta tidak bisa kita matikan.
yang akan dilakukan pemanfaatan sudah dibahas dengan pemerintah, dan Negara tidak bisa hidup tanpa swasta,
frekuensi untuk telekomunikasi. pemerintah menghendaki tidak single contohnya saja, penyerapan tenaga
“Karena itu penyiaran ya penyiaran, mux, tapi multiplexing. kerja itu kan terbesar di swasta. Dari
jangan masuk ke telekomunikasi. “Tinggal itu saja yang deadlock, dunia pertelevisian akan menimbulkan
Namun, kami setuju bahwa di dalam masih tarik menarik, pengusul maunya efek ekonomi, seperti penyerapan
pembagian frekuensi itu nanti ada sahkan dari inisiatif komisi, dan dari tenaga kerja, pajak dsbnya. Jika kita
ketentuan-ketentuan yang mengatur Baleg menjadi masukan. Tapi kalau kembalikan lagi dari nol, ini terjadi
tentang pemanfaatan untuk bencana dilakukan, kita langgar UU No 12 Tahun stagnan dan akan kemudian terjadi
alam, kemudian juga untuk pendidikan. 2011. Karena, dalam harmonisasi, ada kemacetan masalah investasi. Sangat
Itu memang mutlak kita sepakat,” perubahan-perubahan yang dilakukan bahaya sekali dalam perekonomian
tandasnya. Baleg. Karena itu ada terjadi tarik nasional. Di sisi lain, APBN kita ini
Permasalahan berikutnya, adanya menarik antara Baleg dengan Komisi, megap-megap, defisit terus,” imbuhnya.
perbedaan terjadi terkait investasi karena perbedaan pendapat,” nilai n(ann)
Edisi : 153 TH. XLVII 2017 n PARLEMENTARIA | 29