Page 33 - MAJALAH 123
P. 33
minyak bumi dan Arab Saudi sebe-
sar 270 milyar barel, namun tingkat Lifting Minyak Bumi ( Ribu Barel per Hari )
prosentase produksi dibanding
cadangannya jauh dibawah Indo-
nesia. 1,200
960 965 954
1,000 944 945 899 930 900
Dengan tingginya produksi minyak 861 840 825 818 794 849
yang ditargetkan pada APBN be- 800
berapa tahun terakhir, dalam wak- 600
tu belasan tahun saja cadangan ini
akan habis. Sementara eksplorasi 400
sumur baru masih butuh waktu 200
panjang dan biaya besar. 0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Setelah pada tahun 2009 – 2010 Sumber : Kementerian ESDM , Dokumen RAPBNP 2015 (diolah) APBNP Realisasi/2015* (APBNP)
realisasi lifting minyak bumi sem-
pat mengalami peningkatan, trend dibatalkan oleh Mahkamah Kon- sih dikuasai oleh perusahaan asing.
berikutnya hingga tahun 2014 lift- stitusi, sedangkan beberapa pasal Eksplorasi migas oleh perusahaan
ing terus menurun. Faktor utama krusial dalam UU Minyak dan Gas asing dan afiliasinya meliputi Che-
yang menjadi sebab adalah penu- Bumi kemudian diputuskan oleh vron sebesar 44 persen, 10 persen
runan produksi secara alamiah Mahkamah Konsitusi untuk direvisi. oleh Total E&P, Conoco Philip 8
pada lapangan minyak lama (natu- Dasar pertimbangannya antara lain, persen, dan Medco 6 persen. Ke-
ral decline), sementara lapangan dengan UU ini negara tidak dapat mudian, CNOOC sebesar 5 persen,
minyak baru belum berproduksi menjalankan kewenangannya se- Petrochina 3 persen, 2 persen oleh
optimal. cara efektif dalam fungsi pengelo- BP, Vico Indonesia 2 persen, Ko-
laan pengelolaan migas untuk men- deco Energi 1 persen, dan lainnya
Campur Tangan Asing capai sebesar-besar kemakmuran sebesar 1 persen. Ironisnya, BUMN
Handriyanto Kelola Energi rakyat. Indonesia yang khusus menangani
Setiadi bidang migas yakni Pertamina,
Meninjau historis kebijakan energi Sejak bergabungnya Indonesia hanya mengeksplorasi potensi mi-
Indonesia, sejak Undang-Undang menjadi anggota perdagangan du- gas sebesar 16 persen.
No. 44 Prp. Tahun 1960 tentang nia seperti OPEC (Organization of
Pertambangan Minyak Dan Gas Petroleum Exporting Countries) Permasalahan lain dalam tata kelola
Bumi, Indonesia sudah mulai mem- dan WTO (World Trade Organiza- energi yang juga melibatkan asing,
bentengi diri dari intervensi asing tion), setidaknya juga menjadikan adalah banyaknya kontrak energi
di sektor energi. Namun, benteng Indonesia tidak memiliki kebebasan yang ditengarai merugikan pihak
itu mulai runtuh semenjak ditetap- mengatur produksi dan menentu- Indonesia. Perjanjian Kontraktor
kannya Undang-Undang No.1 tahun kan harga minyak. Indonesia harus Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas
1967 tentang Penanaman Modal ikut memenuhi penawaran minyak banyak merugikan negara, utama-
yang memperbolehkan modal asing mentah ke pasar luar negeri, na- nya dari sisi penerimaan pajak.
dalam melakukan pengolahan SDA mun malah mengimpor BBM untuk
di Indonesia. kebutuhan konsumsi dalam negeri Sementara, permasalahan di dalam
dengan biaya lebih tinggi. Pada Mei negeri sendiri, setidaknya dalam
Keterlibatan IMF (International tahun 2008 Indonesia keluar dari kurun waktu 20 tahun terakhir,
Monetary Fund) juga mulai tam- OPEC karena telah menjadi net im- secara relatif terjadi stagnasi pem-
pak dalam mendorong liberalisasi porter minyak. Keputusan yang di- bangunan infrastuktur energi di In-
tata kelola SDA Indonesia pada awal ambil pemerintah untuk keluar dari donesia. Infrastruktur peminyakan
1998. Liberalisasi ini makin kuat OPEC dipicu oleh produksi minyak tidak mengalami penambahan, baik
dengan ditetapkannya Undang- mentah yang terus turun. Di sisi secara kuantitas maupun kapasitas
Undang No. 22 Tahun 2001 tentang lain, konsumsi BBM di Indonesia produksi. Hal ini berbanding terbalik
Minyak dan Gas Bumi, Undang- terus meningkat. dengan permintaan konsumsi BBM
Undang No. 20 Tahun 2002 tentang dalam negeri yang terus merangkak
Ketenagalistrikan. Namun kemudi- Dari sisi investasi, sebagian besar naik sehingga biaya pengadaannya
an UU Ketenagalistrikan kemudian blok migas di Indonesia saat ini ma- menjadi semakin tinggi.
PARLEMENTARIA EDISI 123 TH. XLV, 2015 33