Page 18 - MAJALAH 165
P. 18
Sumbang Saran
Bahaya Elektoralisme
Oleh: Boni Hargens, Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI)
Akan ada dua konteks yang membentuk Pemilihan
Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun
2019: konteks elite dan konteks akar rumput. Pada
konteks elite, pengelompokan sudah jelas dan peta
koalisi terbentuk resmi. Namun, ada persoalan yang
rumit tapi samar: tradisi “main dua kaki” yang
tak bisa dihilangkan.
emodal dan penguasa proses itu oleh para ahli disebut
partai terbelah di “demokrasi elektoral”. Saya melihat
permukaan, namun fenomenanya lebih buruk dari
Pada konsolidasi sekadar “demokrasi elektoral”.
sumberdaya yang tertutup Apa yang terjadi di sini, terutama FOTO: DOK/IW
yang mengindikasikan adanya menjelang April 2019, adalah
permainan dua kaki. Ada elite yang praktik politik yang menjadikan
badannya di kubu Jokowi tetapi Pemilu sebagai tujuan pada dirinya.
sumberdayanya mengalir ke kubu Saya memakai istilah orang sulit membedakan mana
Prabowo. Demikian pun sebaliknya, “elektoralisme” untuk negative campaign (yang berbasis
ada partai yang badannya di koalisi menggambarkan keadaan ini— data) dan mana black campaign
oposisi, tetapi sumberdaya dan yaitu suatu kondisi dan praktik ]ERK FIVFEWMW ǻXREL HER LEWYXER
massa partai mendukung Jokowi- demokrasi yang didominasi Tuduhan Jokowi adalah
Ma’ruf Amin. oleh urusan elektoral dan komunis, anti-Islam, dan pro-Cina
Pada aras akar rumput, Pemilu mengorbankan tatanan nilai sosial- terus dihembuskan di tengah
menjadi fenomena yang rumit kultural hanya untuk kepentingan masyarakat—bahkan ketika mereka
karena ada permainan politik menang-kalah dalam Pemilu. pun tak paham apa yang dimaksud
MHIRXMXEW TIQERJEEXER ǻXREL komunisme apalagi kebenaran
dan kebencian yang didiseminasi Dalil Moral dalam Politik fakta di balik pembantaian PKI di
melalui media sosial dan jejaring Apakah politik elektoral masa lalu!
teknologi yang bergerak begitu memang hanya sebatas menang- Bagi kaum subtansialis,
cepat. Fenomena ini lebih dari kalah? Bagi kaum realis, terutama terutama yang moralis, politik
sekadar gejala post-truth society, barisan pragmatis, politik itu hanya itu soal kemaslahatan umum
masyarakat pasca-fakta. urusan citra. Maka yang disasar (bahasa Ali Syari’ati) atau bonum
Ada penggerusan peradaban adalah bagaimana membangun commune dalam tradisi Latin
]ERK HMNYWXMǻOEWM SPIL TVMRWMT persepsi di kepala pemilih yang yang disebarluaskan oleh Markus
“kebebasan demokratik” yang pada waktunya menggerakkan tiap Aurelius Augustinus atau yang
sebetulnya hanya alibi yang orang untuk menentukan pilihan di dikenal dengan nama “Santo
dibangun oleh para pecundang balik bilik suara. Agustinus” (354-430 M) dalam
untuk membenarkan praktik politik Hoax, sebaran kebencian, karyanya berjudul Civitas Dei.
yang bobrok. Demokrasi dijadikan HER ǻXREL ]ERK QIRERHEM Agustinus membayangkan sebuah
kuda troya untuk mengusung perkembangan demokrasi kita konteks hidup yang ideal, yang di
kepentingan ekonomi dan politik belakangan adalah bagian dari dalamnya kebajikan moral menjadi
yang justru bertentangan dengan metode kampanye hitam (black nilai fondasional dari kehidupan
prinsip demokrasi per se. Seolah- campaign) yang memang terjadi bersama.
olah demokrasi hanya soal pemilu. juga dalam sejarah. Pemilu Di zaman modern Hannah
Praktik demokrasi yang Amerika setelah Perang Vietnam &VIRHX WEPEL WEXY ǻPWYJ ]ERK
terlalu menekankan prosedur didominasi oleh model kampanye mementingkan aspek moral dari
Pemilu ketimbang output dari negatif yang berlebihan sehingga politik ketimbang aspek kontestasi
18 PARLEMENTARIA 165 XLVIII 2018