Page 24 - MAJALAH 73
P. 24
LAPORAN UTAMA
dapat mengajukan usul yang Apakah benar Departemen yang m e l a i n k a n b a r u m e n j a w a b
mengakibatkan perubahan jumlah mendapat alokasi lebih dan naik kebutuhan birokrasi. Karenanya
penerimaan dan pengeluaran itu memang kinerjanya semakin APBN masih bersifat elitis.
dalam RUU APBN. bagus secara berkelanjutan. “Ini “Saya belum melihat terjadinya
D a l a m p e n j e l a s a n n y a yang tidak jelas, jangan-jangan reformasi dalam proses Anggaran
disebutkan bahwa usul perubahan anggaran hanya ditentukan lewat ini,” katanya.
itu dapat dilakukan sepanjang loby-loby politik, bukan atas dasar Yang juga krusial, tambahnya,
tidak mengakibatkan defisit evaluasi kinerja,” katanya j u g a m e n y a n g k u t A P B N
anggaran. Selanjutnya Pasal 15 P a d a h al , t a m ba h n ya , Perubahan yang semsetinya bagian
ayat 5 Undang-Undang Nomor sesmestinya dalam memberikan dari hasil evaluasi setiap enam
17 Tahun 2003 memberikan alokasi anggaran juga didasarkan bulan. Tetapi pada kenyataannyaa
kewenangan yang lebih kuat lagi atas evaluasi kinerja masing- juga belum mencerminkan sebagai
kepada DPR dengan menentukan masing Departemen sehingga evaluasi atas apa-apa kebutuhan
bahwa, APBN yang disetujui fungsi evaluasi dan distribusi bisa rakyat. Juga tidak dievaluasi
oleh DPR terinci sampai dengan berjalan baik. apakah anggaran-angaran yang
unit organisasi, fungsi, program, Arief Nur Alam yang juga dialokasikan selama enam bulan
kegiatan, dan jenis belanja. pernah memimpin FITRA (Forum itu sudah menjawab kebutuhan
Namun, tambah Arief Nur Indonesia untuk Transparansi rakyat.
Alam, APBN yang ada belum Anggaran) ini melihat, DPR dan Padahal, tambahnya, kalau
menjawab kebutuhan rakyat para anggota DPR dalam
melainkan baru menjawab m e n y u s u n A P B N i n i
pembahasan APBN masih
kebutuhan birokrasi. “Sifat sungguh-sungguh menjawab
APBN yang demikian juga kebutuhan masyarakat maka
menurun di daerah-daerah sangat elitis dan belum perjuangannya dalam menyusun
sehingga pembahasan RAPBD transparan sehingga publik dan membahas APBN ini
atau Rancangan Aanggaran akan sekaligus menjadi media
tidak bisa mengakses
Pe n d a p a t a n d a n b e l a n j a kampanye bagi anggota DPR
Daerah, juga belum menjawab informasi dari tahapan- yang bersangkutan. Dengan
kebutuhan rakyat,” tegasnya. demikian bisa menjadi investasi
tahapan pembahasan.
Dijelaskan, pembahasan bagi anggota bersangkutan jika
APBN masih sangat elitis ingin maju lagi dalam pemilu
dan belum tr anspar an Akibatnya, keterlibatan legislatif berikutnya.
sehingga publik tidak bisa publik sangat rendah Atau, kalau pun mau
mengakses informasi dari pensiun juga akan memperolah
dan hasilnya pun tidak
tahapan-tahapan pembahasan. catatan dan citra yang bagus.
Akibatnya, keterlibatan publik menjawab kebutuhan Citra yang bagus anggota DPR
sangat rendah dan hasilnya pun akan berdampak pula pada
masyarakat.
tidak menjawab kebutuhan citra DPR sebagai lembaga
masyarakat. “Apa yang terjadi serta citra partai politik
dalam pembahasan ya masih dimana anggota bersangkutan
copy paste,” tegasnya. berasal. “Sayang anggota DPR
Menurut Arief, UU No 17 tidak memanfaatkan ini,”
tahun 2003 tentang Keuangan pemerintah dalam melakukan katanya.n
Negara sudah mengamanatkan pembahasan RAPBN juga belum
bahwa penyusunan APBN adalah terbuka. “Yang transparan baru
berbasis kinerja. Sayangnya amanat pada tingkat implementasinya,”
itu diabaikan karena kenyataannya katanya.
APBN masih berbasis tradisional, P a dahal semestin ya,
sehingga anggaran harus habis transparansi itu harus terjadi
tanpa melihat urgensinya. sejak perencanaan, penyusunan,
Dia menunjuk contoh, publik eksekusi, implementasi sampai
tidak memperoleh kejelasan alasan mo nitor ing . “S emestin ya,
soal angka-angka dari anggaran keterbukaan harus terjadi pada
yang dialokasikan. Misalnya, setiap tahap,” tegasnya.
tidak jelas mengapa anggaran Semua itu berakibat pada
di sebuah departemen naik dan p o s t u r A P B N y a n g b e l u m
lebih tinggi dari departemen lain. menjawab kebutuhan masyarakat,
22 PARLEMENTARIA TH. XL NO. 73