Page 24 - Stabilitas Edisi 184 Tahun 2022
P. 24
LAPORAN UTAMA
total besaran GWM yang harus dijaga cukup tebal. Kondisi itu tidak lepas dari
menjadi 5,0 persen. kebijakan quantitative easing otoritas
BI mengaku sudah punya hitungan Kebon Sirih, yang mana pada 2020 dan
dampak dari rencana kenaikan GWM 2021 telah diinjeksi masing-masing Rp
350 basis poin (bps) bagi bank umum 726,57 triliun dan Rp 147,83 triliun.
konvensional dengan rincian 150 bps Longgarnya likuiditas perbankan juga
di Maret, 100 bps di Juni, dan 50 bps di diakibatkan rendahnya penyaluran kredit
September 2022. “Likuiditas perbankan di tengah perolehan DPK yang terus saja
sangat besar, sekarang itu Alat Likuid tumbuh tinggi.
terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) Di sisi lain, selama 2020
35 persen. Sebelum Covid-19, itu paling pertumbuhan kredit terkontraksi 2,41
besar hanya 21 persen. Bila GWM persen secara tahunan, sedangkan dana
diterapkan, maka AL/DPK akan turun pihak ketiga (DPK) tumbuh 11,11 persen.
menjadi 30 persen di akhir 2022. Jadi Begitu pula pada 2021, pertumbuhan
masih jauh lebih tinggi dibandingkan kredit tumbuh 5,2 persen namun DPK
kondisi sebelum Covid-19,” ujar tumbuh lebih tinggi yaitu 12,2 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo. Sementara itu, Ekonom MNC
Pengurangan likuiditas secara Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi
bertahap sempat dikemukakan BI pada menilai, instrumen GWM yang
Oktober 2021, alih-alih berencana dipilih oleh BI merupakan hal yang
menaikkan suku bunga acuan dalam wajar digunakan bank sentral negara
waktu cepat. Perry saat itu menyatakan berkembang untuk menyesuaikan
Tirta Widi Gilang Citradi suku bunga akan tetap rendah hingga likuiditas.
2022 untuk menyokong pertumbuhan Pada saat pandemi Covid-19, BI
ekonomi. Kendati begitu, BI menilai sudah jor-joran dalam menambah
Nah, kalau likuiditas likuiditas masih tetap longgar tahun likuiditas. Saat ini proses pemulihan
sudah terlihat dan BI tidak ingin
meski ada pengurangan secara bertahap.
ini kemudian tidak BI diperkirakan baru akan memikirkan kehilangan momentum itu. Diharapkan
disesuaikan secara kembali tentang kenaikan suku bunga kondisi permintaan kredit membaik
pada kuartal keempat tahun ini.
sehingga ketersediaan likuiditas ini juga
gradual dan hati-hati, BI memutuskan BI-7 Day Reverse kemudian berdampak pada pertumbuhan
tekanan inflasi akan Repo Rate (BI7DRR) bulan ini tetap ekonomi.
3,5 persen, seiring dengan penyebaran
Hanya saja, kata Tirta, saat likuiditas
semakin kuat. Untuk varian omicron yang meluas, yang dapat meluber dan di saat yang sama ada
itu Bank Indonesia menarik mundur pemulihan ekonomi. perbaikan pandemi, maka ini akan
menyebabkan pola pemulihan yang sangat
Bank sentral lebih concern pada
pilih instrumen GWm pengendalian inflasi ketimbang potensi signifikan atau V-Shaped dan memberi
untuk menormalisasi tekanan pada mata uang rupiah dari konsekuensi pada tekanan inflasi.
Perbaikan di Indonesia ini sudah
rencana kenaikan suku bunga The Fed.
likuiditas. mulai tercermin dari pertumbuhan kredit
Sedot Likuiditas yang mulai sejalan dengan perkiraan BI
Namun tidak bisa dipungkiri lagi, yang sebesar 4 persen hingga 6 persen,
pilihan kebijakan bank sentral ini tetap yaitu tepatnya di 5,2 persen. Dan sejalan
saja akan mengikis likuiditas milik dengan hal itu, inflasi pada tahun 2021
perbankan. Diperkirakan tapering off juga menaglami peningkatan. “Nah,
versi BI ini akan menyedot kurang lebih kalau likuiditas ini kemudian tidak
Rp200 triliun likuiditas. Meski begitu, disesuaikan secara gradual dan hati-
kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) hati, tekanan inflasi akan semakin kuat.
David Sumual menilai, kebijakan bank Untuk itu BI pilih instrumen GWM untuk
sentral tersebut tidak akan menganggu menormalisasi likuiditas,” kata Tirta.
ketersediaan likuiditas perbankan. Kendati GWM menjadi bagian
Likuiditas perbankan dinilai masih dari biaya dana bank (cost of fund),
24 Edisi No.184 / Tahun 2022 www.stabilitas.id

