Page 87 - Membangun Kadaster Lengkap Indonesia
P. 87
dipetakan dalam peta kadaster; c) kelompok Torrens, menggunakan
peta bidang tanah yang berdiri sendiri (Henssen, 1995).
Hendriks dkk. (2019) memberikan kritik terhadap sistem
pendaftaran hak atas tanah yang mahal dan rumit diimplementasikan,
di mana membutuhkan keterlibatan praktisi swasta yang tidak murah
(misalnya surveyor pengukuran, pengacara/notaris, perencana,
penilai tanah); membutuhkan waktu untuk pemeriksaan tanah dalam
penetapan hak atas tanah serta pengukuran untuk penetapan batas;
mengenal penghapusan hak (overriding interest) dalam penerapan
asas cermin. namun demikian, walaupun sudah dilakukan seluruh
kegiatan tersebut, terkadang masih dijumpai sertipikat hak atas tanah
yang tidak sepenuhnya mencerminkan semua hak di lapangan.
Gambar 2. 26 Pencatatan Sistem Pendaftaran Akta di Belanda Mirip dengan Sistem
Pencatatan Buku C Desa di Indonesia
Sumber: Foto Koleksi Pribadi di Kadastermuseum, Arnhem, Belanda (2023)
Sistem pendaftaran akta menunjukkan transaksi tertentu telah
terjadi, tetapi pada prinsipnya tidak membuktikan kepemilikan
sehingga pendaftaran akta tidak cukup bisa dianggap sebagai
bukti legalitas kepemilikan tanah. Sistem ini merupakan repositori
publik untuk menyimpan akta-akta, misalnya akta pemberian hak
tanggungan, termasuk akta pengukuran seperti surat ukur. Dengan
demikian, sebelum transaksi dapat dilakukan dengan aman, riwayat
kepemilikan hak atas tanah tersebut harus dilacak sejak awal (Henssen,
1995). Sistem pendaftaran akta memiliki beberapa kelemahan yaitu
objek yang di dalam akta tidak dideskripsikan secara baik, terutama
letak relatif terhadap bidang-bidang tanah yang bersebelahan.
60 Membangun Kadaster Lengkap Indonesia
Dwi Budi Martono