Page 207 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 207

182   Dwi Wulan Pujiriyani, dkk


            harus dihadapi oleh para korban land grabbing. Dalam pendeinisian
            konsep land grabbing, tulisan ini mengikuti deklarasi Tirana bahwa
            land grabbing adalah akuisisi atau konsesi yang mengikuti cara-cara
            seperti melakukan  kekerasan  HAM khususnya  bagi perempuan;
            tidak didasarkan pada prinsip FPIC bagi pemilik tanah yang terkena
            dampak; tidak  didasarkan  pada  penilaian  yang menyeluruh  atau
            mengabaikan  dampak  sosial; ekonomi dan  lingkungan  termasuk
            gender; tidak didasarkan pada kontrak yang permanen yang jelas dan
            diikat dengan komitmen-komitmen tentang kegiatan, tenaga kerja,
            dan  pembagian  keuntungan; tidak  didasarkan  pada  perencanaan
            yang efektif, demokratis, independen dan partisipatif.

                 Diawali dengan   pembahasan   tentang persoalan  kutukan
            sumber  daya, penulis  memaparkan  bahwa  yang terjadi saat  ini
            merupakan   bagian  dari perluasan  kutukan  sumberdaya, dari
            industri ekstraktif  ke  investasi tanah  berskala  besar. Selama
            bertahun-tahun, dunia  menjadi saksi bahwa  banyak  negara  kaya
            minyak, gas, dan mineral justru jatuh dalam kemiskinan akibat apa
            yang disebut  dengan  resource of curse  (juga  biasa  dikenal dengan
            paradoks  kelimpahan/paradox of plenty). Mengacu  pada  ekonom
            Jefrey  D Sachs, kutukan  ini dapat  dilekatkan  dalam  3 fenomena

            yaitu  ketika  gelombang modal berkaitan  dengan  meningkatkan
            nilai dan kepadatan industri; ketidakstabilan harga komoditas; dan
            dampak  negatif  kekayaan  sumber  daya  pada  institusi politik  yang
            rapuh. Dalam ketiga fenomena inilah Global Witness memfokuskan
            diri sebagai bagian  dari kebutuhan   komunitas  internasional
            untuk  mengakui perannya  yang potensial dalam  menghancurkan
            pengelolaan  negara  yang rapuh, dampak  yang merusak  ini dapat
            dilihat  pada  komunitas  lokal dan  lingkungan, serta  kebutuhan
            untuk secara proaktif melakukan reformasi. Negara seperti Angola,
            Cambodia, dan  Liberia  merupakan  beberapa  contoh  negara  yang
            memiliki sumber   daya  melimpah    sementara  pengelolaannya
            buruk; tidak  adanya  peraturan  hukum   yang memadai dan
            ketidakamanan  sumber  daya  tenurial memungkinkan  elit  politik
            dan bisnis memanfaatkan sumber daya tersebut untuk memperoleh
            keuntungan pribadi. Ini adalah kegagalan pengelolaan yang berarti
            bahwa warga dari negara tersebut harus membayar ongkos ekstraksi
   202   203   204   205   206   207   208   209   210   211   212