Page 218 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 218

Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi  193


              reforma  agraria  dan  berbagai hukum  yang ada  karena  lemahnya
              administrasi dan  kecenderungan  pemerintah  lokal lebih  memihak
              pada  kepentingan  tuan  tanah  dibandingkan  penyewanya. Terlebih
              lagi, reforma  tidak  menyertakan  dukungan  pelayanan  untuk
              memupus   ketergantungan  petani dengan  tuan  tanahnya. Revolusi
              hijau  faktanya  juga  tidak  banyak  membantu. Revolusi hijau  justru
              semakin  mempertajam   kesenjangan  antara  pemilik  tanah  yang
              luas  dengan  petani kecil. Petani kecil biasanya  tersingkir  karena
              kurangnya  informasi, kemampuan  manajemen, modal, dan  akses
              terhadap  kredit. Petani yang mengambil keuntungan  dari revolusi
              hijau melihat pertanian lebih sebagai bisnis. Mereka meningkatkan
              kekuasaan  ekonomi untuk  memperoleh  kekuatan  politik, mereka
              menjadi bagian   dari lembaga   pembuat  keputusan   dan  bisa
              memperoleh   kelimpahan  ekonomi dari petani kecil. Penyewa
              yang tidak  punya  tanah  dan  buruh  pertanian  hanya  mendapatkan
              sedikit hasil dari modernisasi produksi pertanian atau bahkan tidak
              memperoleh   sama  sekali. Kasus  inilah  terjadi seperti di India  di
              mana  hukum  yang diperuntukkan  bagi komunitas  marginal tidak
              diimplementasikan. Kontroversi mengenai reforma   agraria  juga
              terjadi di Filipina, Indonesia, Nepal dan Pakistan.

                  Dari persoalan  landreform, Ravanera  dan  Gorra  selanjutnya
              mendiskusikan tentang fenomena investasi skala besar di Asia yang
              dilakukan korporasi asing. Ravanera dan Gorra menemukan bahwa
              bertentangan  dengan  asumsi melimpahnya   tanah-tanah  untuk
              pembangunan pertanian, meningkatnya investasi pada tanah telah
              menekan banyak tanah-tanah yang subur dan telah diolah. Sebagian
              besar  investasi memicu  konversi tanah-tanah  pertanian, hutan
              dan  pantai menjadi perkebunan  dan  pusat  industri serta  bisnis.
              Ketahanan pangan dan produksi biofuel merupakan pemicu utama
              terjadinya investasi pertanian. Negara seperti Cina dan negara-negara
              Teluk berusaha mencari tempat untuk memproduksi pangan di Asia
              Tenggara. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan sumber energi
              alternatif semakin mempercepat ekspansi industri biofuel. Malaysia
              dan  Indonesia  sebagai pemilik  perkebunan  sawit  terluas  di dunia.
              Investasi pertanian lain di Asia adalah aquaculture dan penebangan
              kayu. Sementara itu untuk proyek non-pertanian, investasi muncul
   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223