Page 266 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 266
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 241
energi berbahan bakar nabati, sebagai pengganti energi berbahan
bakar fosil (minyak bumi). Beberapa cara yang ditempuh dalam
perampasan tanah adalah pengembangan pertanian pangan skala
raksasa, pembangunan proyek-proyek infrastruktur, pembukaan
perkebunan-perkebunan baru untuk pengembangan proyek bio-
energi, mengintensikan eksploitasi barang tambang, dan perluasan
proyek-proyek konservasi hutan, reforestasi dan taman nasional,
serta pembangunan prasarana dan infrastruktur militer.
Dalam konteks persoalan global ini, Indonesia disebut AGRA
sebagai ‘boneka kaum imperialis’. Watak boneka pemerintah
Indonesia, menurut AGRA tercermin dari cepatnya Indonesia
menanggapi tawaran penyelesaian krisis pangan yang dipromosikan
dalam skema kaum imperialis. Muncul kebijakan nasional untuk
memproduksi pangan besar-besaran, yang dilakukan dengan
mengubah orientasi kebijakan pembangunan sektor pertanian dari
yang semula mengandalkan petani kecil menuju industrialisasi
pertanian, yang mulai memberikan ruang gerak lebih lebar bagi
masuknya pemodal. Untuk mendukung skema ini, pemerintah
Indonesia menerbitkan sejumlah aturan yang terkait dengan
pengaturan tanah dan kekayaan alam di Indonesia seperti Undang-
Undang (UU) No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, UU No.25
tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 4 tahun 2009
tentang Mineral dan Batubara (Minerba), dan UU No.41 tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Semua aturan ini dapat dikatakan sebagai fasilitasi bagi modal asing
untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia, baik melalui konsesi hak
guna usaha, kontrak karya pertambangan, maupun kemudahan-
kemudahan investasi bagi investor asing untuk menguasai tanah di
Indonesia.
Bentuk-bentuk perampasan tanah di Indonesia disebut AGRA
banyak terjadi, terutama pada masa pemerintahan rezim Susilo
Bambang Yudhono (SBY), selama periode 2004 sampai dengan
2010. Dalam tulisan ini AGRA menyebutkan bahwa bentuk-bentuk
perampasan ini sebenarnya berlandaskan pada monopoli tanah
yang dibangun selama 32 tahun semasa rezim fasis Orde Baru