Page 173 - Berangkat Dari Agraria
P. 173
150 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
produktif atau yang sudah dikuasai dan digarap rakyat, menjadi
kegiatan penting.
Demikian halnya dengan program dan kegiatan perhutanan
sosial yang memberikan akses pemanfaatan kawasan hutan negara
bagi komunitas masyarakat juga berpotensi membuka lapangan
kerja di musim pandemi ini. Perhutanan sosial dalam lima skema
yang dikenal selama ini, seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm),
Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Kemitraan Kehutanan, Hutan
Desa, dan Hutan Adat perlu terus diakselerasi. Terbitnya PP No.
23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan di dalamnya terdapat
pengaturan pelaksanaan Perhutanan Sosial.
Perhutanan sosial sebagai bagian dari reforma agraria jangan
diperlukan rakyat di lapangan yang butuh tanah, air, hutan
dan kekayaan alam lainnya sebagai alat produksi dan sumber
penghidupan sehari-hari. Hal ini lebih dari sekedar status haknya.
Masyarakat Adat
Secara khusus, perlu didorong perluasan pengakuan hutan-
hutan adat. Usulan hutan adat dari komunitas-komunitas masyarakat
adat dan pemerintah daerah perlu direspon Kementerian LHK untuk
direalisasikan agar ada kepastian proses menuju penetapan hutan
adat. Penetapan hutan adat, baiknya berbarengan dengan proses
pengakuan tanah adat atau tanah ulayat masyarakat (hukum) adat.
Sehingga dimungkinkan langkah kolaboratif Kementerian LHK dan
Kementerian ATR/BPN dalam meregistrasi dan melegalisasi hak
milik atas tanah dan hutan adat sebagai bagian integral dari wilayah
adat komunitas masyarakat adat di Nusantara.
Menteri LHK melaporkan, sampai Desember 2020 terbit SK
Perhutanan Sosial untuk 4.417.937,72 Ha, dengan 6.798 Unit SK
Izin/Hak bagi 895.769 KK. Sementara itu, penyediaan kawasan
hutan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) seluas 2.768.362
Ha. Pelepasan kawasan hutan melalui perubahan batas untuk
sumber TORA telah diselesaikan 68 SK di 19 provinsi seluas
89.961,36 Ha dengan 39.584 penerima.