Page 44 - Berangkat Dari Agraria
P. 44
BAB I 21
Urgensi Pelaksanaan Reforma Agraria
melainkan juga masyarakat lokal sebagai warga negara rentan yang
sering kali tidak menjadi perhatian khusus dalam pelaksanaan
pembangunan.
Pelaksanaan kebijakan yang tak adil setiap saat dapat menjadi
pemicu konflik. Apalagi, jika pelaksanaan RUU PPH ini hanya
akan memperhatikan bukti-bukti sah/legal atas lahan dan hutan
masyarakat adat/lokal yang tentunya bukti itu tidak ada di sebagian
besar lokasi.
Di Jawa saja sekitar 4.500 desa berada di kawasan hutan. Dalam
operasi hutan lestari, perusahaan kehutanan dan aparat keamanan
kerap memanipulasi keadaan dan berdampak pada polemik
izin pengelolaan hutan. Polemik hukum antara pemerintah dan
masyarakat juga kerap terjadi. Di sisi lain, perjanjian internasional
kehutanan kerap merugikan posisi masyarakat.
Saat ini yang ditunggu ialah implementasi TAP MPR No IX/2001
tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
serta UU No 5/1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Pelaksanaan
konsensus nasional ini mesti mewujudkan keadilan agraria,
penyelesaian konflik, dan pemulihan ekologi dengan memassifkan
peran aktif rakyat.
Daripada gaduh memaksakan RUU PPH lebih baik matangkan
langkah pembaruan penguasaan tanah di kawasan kehutanan
sebagai agenda krusial reforma agraria. Intinya, berikan akses dan
kontrol kepada rakyat miskin untuk menguasai dan mengusahakan
tanah serta hutan secara adil dan berkelanjutan. *
1.7. Menggugat Urgensi RUU Pertanahan 7
Wajah agraria Indonesia diwarnai ketimpangan yang
memiskinkan, mengerasnya konflik, dan rusaknya lingkungan
yang membuahkan bencana. Masalah agraria yang kronis meliputi
seluruh sektor dan semua wilayah. Buruknya rupa agraria Indonesia
dibentuk akibat kelakuan instansi/aparat pemerintah, serta bisnis
dan preman dari skala global sampai lokal. Cakupan area yang
7 Kompas, 17 Mei 2013.