Page 45 - Berangkat Dari Agraria
P. 45
22 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
diperebutkan jutaan hektar. Di tengah karut-marut wajah agraria,
pemerintah dan DPR tengah menyusun RUU Pertanahan.
Disadari, UU Pokok Agraria (UUPA) 1960 baru mengatur hal
prinsip dan pokok sehingga perlu operasionalisasi khusus di bidang
pertanahan. Di sisi lain, banyak UU tak sejalan dengan semangat
UUPA karena kuatnya egosektoralisme birokrasi dalam pengelolaan
kekayaan alam.
Lantas, apa relevansi RUU Pertanahan? Ketimpangan agraria,
konflik agraria, dan kerusakan lingkungan menanti jawaban. Oleh
karena itu, ada tiga paham (isme) yang harus dibendung: kapitalisme,
liberalisme, dan sektoralisme. Ketiga ”isme” itu menempatkan
tanah sebagai komoditas obyek spekulasi. Juga menjadikan rakyat
sebagai buruh di atas tanahnya sendiri, memuja kebebasan pasar,
menggerus peran negara sebagai pengelola urusan rakyat banyak,
dan menjadikan setiap sektor sebagai obyek ekstraksi dan eksploitasi
demi akumulasi kapital besar.
Lima agenda utama
Sejumlah prinsip mestinya melandasi RUU Pertanahan. Di
antaranya, tanah sebagai sumber keadilan, kemakmuran, dan
kesejahteraan rakyat; pembatasan pemilikan dan penguasaan tanah
individu dan badan usaha; larangan monopoli dan eksploitasi yang
berlebihan; dan keharusan menggunakan tanah untuk keberlanjutan
layanan alam.
Sekurang-kurangnya ada lima agenda strategis yang harus
diutamakan. Pertama, penataan struktur agraria untuk mengakhiri
ketimpangan. Ditetapkan konsep, pengertian, maksud, dan tujuan
land reform. Dipastikan juga obyek dan subyek, serta mekanisme
dan kelembagaan land reform. Tak kalah penting, diatur soal
pembiayaan dan kerangka waktu pelaksanaan land reform.
Kedua, penanganan sengketa dan konflik pertanahan. RUU ini
mesti memberikan pemaknaan sengketa dan konflik pertanahan
secara jelas dan utuh. Penting juga diatur prosedur dan mekanisme
penyelesaian konflik pertanahan. Ketiga, pengakuan dan penguatan