Page 160 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 160
Masalah Agraria di Indonesia
ini tidak berarti bahwa di daerah itu dulu tidak ada peraturan
semacam itu. Dulu di Banten ada peraturan yang mewajibkan
orang dari lain desa membayar recognitie untuk mendapatkan
tanah di suatu desa yang dinamakan: pekekusut, ledeg, pang-
ledeg, pagagatel, dan untuk turut menggembalakan ternak di
lain desa harus memberi bembusu.
Di beberapa daerah lainnya di antaranya Cirebon, Bage-
len, menjadi kebiasaan, untuk menggembalakan itik ke lain
desa orang harus membayar kepada desa itu yang besar kecil-
nya tidak sama, dan sebagai konsekuensinya, desa itu berke-
wajiban menjaga keselamatan dan keamanan itik yang dikan-
dangkan di sawah itu di waktu malam dari gangguan dan pen-
curian oleh orang dalam desa itu atau desa lainnya. Di Cirebon
ada peraturan yang mewajibkan kepada seseorang yang
menyabit rumput dan alang-alang di lain desa membayar
kepada desa yang mempunyai lingkungan itu.
Di daerah Batak ada “marga tanah´dan “marga paripe”
untuk membedakan orang yang asli yang berhak atas tanah
dan orang pendatang. Di Tapanuli Selatan ada: salipi na tar-
tar” yaitu tanah yang dikembalikan oleh orang pendatang
kepada Kuria, karena orang itu meninggalkan Kuria. Oleh
Kuria, tanah itu disediakan untuk orang baru atau penduduk
di situ yang miskin dan memerlukan tanah.
Di Sumatera Selatan (Palembang, Lampung dan Beng-
kulen), marga (desa) mempunyai hutan larangan yang dikuasai
oleh marga, dan tidak boleh dibuka kalau tidak dengan izin
marga. Pelanggaran atas larangan ini dapat dihukum dengan
denda oleh putusan pengadilan marga. Orang dari lain marga
yang ingin mendapat tanah harus membayar uang “sewa
bumi”, jadi seorang pendatang haknya atas tanah itu hanya
139