Page 162 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 162

Masalah Agraria di Indonesia

                kepada desa tetangganya.
                    Antara desa dengan desa sering terjadi perebutan tanah.
                Perebutan batas tanah antara seorang penduduk di satu desa
                dengan penduduk di desa lainnya yang berbatasan tidak hanya
                menjadi persoalan personal masing-masing orang itu, me-
                lainkan juga menjadi persoalan orang-orang sedesa. Hal ini
                dapat menimbulkan “perang” antara satu desa dengan desa
                atau suku bangsa dengan suku bangsa lainnya (dorps, atau
                stammenoorlog). Pernah terjadi perselisihan hebat antara
                desa Arui (Jamdena Timur) dengan desa Makatian (Jamdena
                Barat) di kepulaian Kei-Buru, yang letak dua desa itu berjarak
                perjalanan 3 hari. Perselisihan itu terjadi atas tanah hutan
                belukar yang terletak di tengah-tengah pulau. Hal ini terjadi
                saat mereka masuk hutan untuk mengambil kayu dan hasil
                hutan,  lalu terjadilah bentrokan yang disebabkan pelanggaran
                batas.
                    Karena hal semacam itu, maka tiap-tiap desa merasa wajib
                untuk menjaga kedaulatan dan kehormatan desanya, terutama
                menjaga keselamatan dari pelanggaran yang akan merusakkan
                penghidupan masyarakat se-desa. Di Ambon, ada dua orang
                yang diserahi kewajiban menjaga batas, terutama menjaga
                tanah negory dari gangguan orang luar negory. Orang ini dina-
                makan “kepala kewang” di Minahasa dinamakan “teterusan”
                dan di Minangkabau dinamakan “jarieng”, yang diam di
                pinggir rimbo. Semua orang asing (dari lain nagari) yang akan
                mengambil barang sesuatu dari rimbo itu (kayu atau batu)
                harus berhubungan dengan jarieng itu. Orang yang akan
                mengambil hasil hutan dari lain nageri atau marga biasa
                diwajibkan membayar “bunga kaju” atau “sepuluh satu”.
                    Tanda lainnya yang menunjukkan kedaulatan desa

                                                                   141
   157   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167