Page 166 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 166
Masalah Agraria di Indonesia
pamong desa lainnya (tanah ganjaran, pengarem-arem)
yang diberikan selama orang itu masih hidup, dan kalau
mati maka kembali kepada desa.
Dulu ada tanah yang disediakan hasilnya untuk membayar
“guru desa” yang biasa dinamakan “bengkok guru”. Tanah
bengkok ini tidak boleh dijual atau digadaikan oleh yang
memegang, tetapi di beberapa tempat dapat disewakan
kepada onderneming. Kalau lurah berhenti dalam waktu
persewaan itu, maka onderneming berkewajiban mengganti
kerugian kepada Lurah yang menggantikannya. Di desa-
desa pegunungan, umumnya lurah tidak mempunyai beng-
kok, tetapi menerima “orang bengkok” yang diganti dengan
membayar uang dengan jumlah yang relatif antara f 4
sampai f 8 per-orang.
Tanah bengkok ini dikreditkan oleh pemiliknya sendiri
dengan bantuan tenaga penduduk desa dengan memberi
makan dan minum atau sebagai kewajiban (kuduran). Di
beberapa daerah tanah bengkok ini dapat diuraikan seperti
di bawah ini:
1. Di Sukapura, distrik Ciawi (Priyangan) terdapat tanah
yang disediakan sebagai bengkok yang dinamakan “sa-
wah sahab”, untuk menjamin kehidupan pamong desa,
2. Di Limbangan bagian sebelah utara ada kira-kira 40 bau
hutan (kebun jati) yang disediakan sebagai bengkok,
3. Di Pekalongan dan Kudus, bengkok Lurah dikerjakan oleh
penduduk secara gotong royong.
4. Di Pati, tanah dikerjakan oleh penduduk (gogol) sebagai
kewajiban herendienst (kuduran).
5. Di Sidoarjo, bengkok lurah dikerjakan penduduk dengan
mendapat makan dan minum.
145