Page 170 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 170
Masalah Agraria di Indonesia
(dirampas) oleh raja, karena tipu muslihat itu.
Tanah-tanah di Sulawesi Selatan sebagian besar dimiliki
oleh raja yang memiliki sawah ribuan bau, di samping
rakyatnya yang hanya menjadi buruh mengerjakan
tanah orang kaya-kaya itu.
4. Untuk dikerjakan oleh warga desa; tanah kongsen, gogolan,
pakulèn, norowito, tanah komunal.
Orang-orang yang mendapat bagian tanah (tanah komunal)
dinamakan: gogol, wong baku, wong kenceng, wong nga-
yah, kraman, sikep, sikep ngarep, kuli kereg, somahan ba-
ku, kuli ajeg, kuli (Jawa); orang kenceng, oreng pangaje,
(Madura); pribumi, jalma bumi, bunen wantok, kuren tani,
tanicekel (Sunda) dsb.
Tanah komunal tidak berarti bahwa tanah ini menjadi ke-
punyaan orang banyak dan dikerjakan hasilnya untuk orang
banyak bersama-sama. Tanah ini dikerjakan orang seorang,
dan hasilnya juga untuk orang seorang, sebab sering disebut
juga Communaal individueel bezit.
Tanah komunal ini menurut keterangan Van Vollenhoven,
sesungguhnya bukan asli Indonesia. Tanah komunal ini
adalah milik perseorangan dengan batasan yang kuat hak
wilayah (beschikkingsrecht) daerah atau desa.
Tanah komunal dihidupkan dan diperkembangkan oleh
Kumpeni untuk memudahkan menjalankan leverancien dan
contingenten yang pertanggungjawabannya kepada desa.
Hal ini kemudian diteruskan oleh Raffles yang dilakukan
dalam pemungutan landrente yang dasar pembayarannya
dibebankan kepada desa. Hal ini dilakukan untuk memu-
dahkan dan mendapatkan jaminan masuknya landrente.
Begitu juga seterusnya yang dijalankan oleh Cultuurstelsel
149