Page 174 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 174
Masalah Agraria di Indonesia
malah praktiknya juga dapat dijual. Tetapi tempat-tempat
yang ada persewaan tanah oleh onderneming, tanah komu-
nal dengan pembagian giliran terus dipertahankan. Tanah
ini terkenal dengan nama “sawah giliran” atau “sawah pla-
jangan”. Dengan menjadikan desa sebagai pemilik tanah,
dengan begitu pabrik gula akan mudah mendapat tanah ,
karena atas tanah komunal itu (sawah playangan), rakyat
(perseorangan) tidak kuat haknya.
Di daerah Surakarta (Mangkunegaran dan Kasunanan), ta-
nah pekarangan dimiliki oleh rakyat dengan “wewenang
anggaduh” (gebruiksrecht) dari kepunyaan raja (negeri)
dengan surat tanda milik dari pemerintah (lajang pikukuh)
sebagai tanda hak itu, tidak dengan hak hipotik. Sejak tahun
1934 “wewenang anggaduh” diganti dengan “wewenang
ndarbeni” (erfelijk individueel bezitsrecht)
3. Hak Agraris Eigendom
Indische Staatsregeling pasal 51 Stbl. 1872 no. 117,
menyebutkan bahwa hak agraris eigendom adalah hak eigen-
dom atas tanah bagi rakyat Indonesia (perseorangan, bukan
Badan Hukum).
Sesuai dengan yang tersebut dalam Domeinverklaring,
tanah eigendom ini tidak termasuk tanah kepunyaan negeri
(landsdomein), dan dapat dibebani dengan hak hipotik. Tetapi
pemilik tanah tetap kewajibannya seperti yang sudah-sudah
waktu masih menjadi hak milik Indonesia biasa. Tetap mem-
bayar landrente, tetap harus menjalankan kewajiban heren-
dienst dan pekerjaan desa lainnya, baik yang untuk desa mau-
pun untuk keperluan Lurah dan pamong desa lainnya. Jadi
sama sekali tidak ada nampak nyata perubahan kedudukan
153