Page 168 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 168
Masalah Agraria di Indonesia
bayarkannya. Namun oleh raja yang menggantikannya,
kira-kira 20 tahun kemudian, tesang dinaikkkan lagi
menjadi 20%, yang 5% untuk raja, yang 5% untuk zakat,
yang 10% untuk persediaan perbekalan perang, supaya
kalau timbul perang, rakyat tidak usah menyediakan per-
bekalannya sendiri.
Hal ini terjadi sampai tahun 1934, dan setelah ada sang-
gahan yang hebat dari rakyat yang tidak kuat lagi mem-
bayar tesang yang sebesar itu, di samping bermacam-
macam beban lainnya, maka oleh pemerintah diturun-
kan menjadi 10 %. Di samping harus membayar tesang
sebesar itu, pakkabekka masih harus berjanji kepada
Raja:
a. kalau raja mengadakan perhelatan (mengawinkan, me-
lahirkan, dan perhelatan lainnya) pakkabekka harus
bersedia dengan isterinya menerima kewajiban yang
akan diberikan oleh raja,
b. harus ikut kalau raja mengadakan perburuan rusa dll,
kemelaratan rakyat karena berbagai kewajiban yang
berat itu menimbulkan pertikaian terus-menerus
mengenai tanah awatarang dengan tesang-nya ini.
Karena itu, pada tahun 1941 diputuskan pemerintah
untuk menjual awatarang kepada rakyat, tiap hak
antara f 20-f 25. Dari lk. 2000 ha. tanah awatarang,
sekarang masih tinggal 200 ha. yang belum dibeli dan
sampai sekarang masih menimbulkan pertikaian di sa-
na.
(2). Tanah Ongko (ornamentsveld), sebagai tanah jabatan
bagi raja-raja untuk penghasilannya. Tanah ini berasal
dari tanah yang dibuka oleh rakyat atas suruhan raja
147