Page 76 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 76
Masalah Agraria di Indonesia
Undang-undang (Stbl. 1904 no. 326, diubah dan ditambah
dengan Stbl. 1905 no. 153 dan Stbl. 1908 no. 263). Tujuannya
ialah memberikan tanah dengan hak erfpacht kepada:
1. orang-orang Eropa (dan yang dipersamakan dengan itu)
yang tidak mampu, dan penduduk Hindia Belanda. Penger-
tian “kurang mampu” dapat diartikan seluas-luasnya, ter-
masuk dalamnya bekas-bekas pegawai-pegawai negeri dan
pensiunan serdadu (orang Belanda) yang mendapat “pen-
siun kecil”,
2. badan-badan Hukum, perkumpulan sosial, dan keagamaan.
Maksud pemberian kesempatan itu adalah agar pegawai-
pegawai negeri (bangsa Belanda) sesudah pensiun kemudian
mendapat tanah dengan hak erfpacht melalui jalan “menjadi
orang tidak mampu”, atau “minta dicap sebagai orang tidak
mampu” lebih dulu. Luas tanah yang diberikan 10 bau, kalau
perlu dapat ditambah sampai 25 bau. Sedang untuk Badan
Sosial dan Keagamaan bisa sampai 500 bau dan waktu peng-
gunaannya paling lama 25 tahun.
Batas luas 25 bau tersebut kalau perlu dapat dimintakan
tambahan lagi berapa saja tiap-tiap kali 25 bau, asal tanah
yang sudah diberikan betul-betul sudah dikerjakan, dan tanah
yang diminta lagi tidak berupa sawah. Dan juga batas waktu
paling lama 25 tahun itu dapat diperpanjang tiap-tiap 25
tahun.
Tanah erfpacht pertanian kecil bisa didapat dari tanah
hak milik rakyat yang oleh pemiliknya sudah dilepaskan
“dengan kemauan sendiri”. Juga tanah kepunyaan desa dapat
dijadikan tanah erfpacht pertanian kecil bilamana desa sudah
dengan sukarela melepaskan haknya, begitu juga tanah rakyat
yang dikelilingi hutan. Jadi demi kepentingan Belanda yang
55