Page 77 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 77
Mochammad Tauchid
“miskin” itu, maka kepentingan rakyat dikorbankan. Larangan
menjual tanah dari orang Indonesia kepada orang asing, dalam
praktiknya sama sekali tidak ada artinya.
Besarnya kanon untuk pertanian kecil ini maksimum f 1
(satu rupiah) satu bau tiap-tiap tahun. Peraturan pembayaran-
nya seperti yang berlaku buat erfpacht pertanian besar. Kare-
na “kurang mampu”, maka si peminta hak dapat dibebaskan
dari biaya-biaya yang mestinya harus dikeluarkan (biaya
mengukur, menggambar, alat-alat lainnya yang diperlukan
bahkan biaya segel dan biaya surat-surat dapat dibebaskan).
Untuk mengusahakan tanah itu selanjutnya, “si tani kecil”
itu bisa mendapat pinjaman dari Pemerintah (Grond-, bouw-
dan bedrijfscredieten):
a. pinjaman tanah (grond crediet) untuk membayar harga
tanah (pengganti kerugian kepada yang punya), besarnya
¾ nya taksiran harga tanah itu, yang bisa diterima sebelum
ijin hak erfpacht itu keluar;
b. pinjaman pertanian (bouwerediet) untuk modal menger-
jakan, membuat bangunan-bangunan, membuat pembi-
bitan dan keperluan mengusahakan sebesar yang diper-
lukan dengan secara hemat,
c. pinjaman perusahaan (bedrijfscrediet) untuk membesar-
kan perusahaan.
Pinjaman itu semua hanya dengan bunga 3 % (tiga persen),
dan waktu pengembaliannya cukup panjang yaitu sesuai
dengan penggunaan hak erfpacht tersebut(25 atau sekian kali
25 tahun). Untuk keperluan pertanian kecil, oleh Kepala Peme-
rintahan Daerah (Residen) dibentuk satu komisi yang dina-
makan “Komisi Kolonisasi” yang peraturannya dibuat oleh
Gubernur Jendral. Komisi ini terdiri dari orang-orang yang
56