Page 71 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 71
Mochammad Tauchid
Jenderal atau pembesar yang diberi kuasa. Jika menyimpang
dari ketentuan di atas, maka ada jalan lain bagi orang Eropa
(Belanda) “yang tidak mampu” atas “onwettige occupatie” di
balik menjadi hak opstal, yaitu dengan membayar tiap-tiap
tahun 2% dari taksiran harganya. Pembayaran 2% tiap-tiap
tahun ini dapat dijadikan angsuran untuk kemudian menjadi
milik “Eigendom.” Hak ini juga dapat diberikan percuma oleh
Residen (Hoofd van Gewestelijk Bestuur) menurut Stbl 1912
no. 178. Di sini nampak lagi bahwa selalu ada jalan bagi pelang-
garan undang-undang untuk mensyahkan tindakan yang me-
langgar hukum, yang “onwettig” menjadi “wettig”.
3. Hak Erfpacht
“Hak erfpacht adalah hak benda untuk mendapatkan
kenikmatan yang sepenuh-penuhnya dari suatu benda yang
tidak bergerak (tanah) kepunyaan orang lain, dengan kewa-
jiban memberi upeti (sewa tanah) tiap-tiap tahun pada yang
punya tanah, baik berupa uang, maupun berupa penghasilan
atau pendapatan” seperti diterapkan dalam Undang-undang
Tanah (Stbl. 1870 no 118 dan Stbl 1872 no 237a dan diubah
dengan Stbl. 1905 no. 211 dan Stbl. 1909 no 310, yang ditambah
dengan peraturan-peraturan yang mengatur hak-hak kewajiban
yang memegang hak erfpacht dengan Stbl. 1913 no.699), yang
memberikan kekuasaan kepada Gubernur Jenderal untuk
memberikan tanak kepada orang partikelir menurut Undang-
undang Hukum Perdata pasal 720, dari tanah yang bebas.
Hak erfpacht yang berarti “hak sewa turun-temurun”
(erfelijk=turun-temurun; pacht=sewa, persewaan), bermak-
sud untuk menjamin modal besar partikelir di lapangan perke-
bunan dan pertanian.
50