Page 70 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 70

Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing  47


              (3)  Negara menjadi wasit yang tidak memihak antara pihak-pihak
                  yang berkonflik dalam masyarakat. 42


                  Terkait dengan eksistensi negara hukum kesejahteraan,  Bung
                                                                     43
              Hatta  mengemukakan usulan pemikiran  tentang  kesejahteraan
              rakyat, antara lain:
              (a)  Orang Indonesia hidup dalam tolong menolong.
              (b)  Tiap-tiap  orang Indonesia berhak mendapat  pekerjaan  dan

                  mendapat penghidupan yang layak bagi manusia. Pemerintah
                  menanggung dasar hidup minimum bagi seseorang.
              (c)  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama, menurut dasar
                  kolektif.
              (d)  Cabang produksi yang menguasai hidup orang banyak, dikuasai
                  oleh pemerintah.
              (e)  Tanah  adalah kepunyaan masyarakat,  orang  seorang  berhak

                  memakai tanah sebanyak yang perlu baginya sekeluarga.
              (f)  Harta milik orang seorang tidak boleh menjadi alat penindas
                  orang lain.
              (g)  Fakir dan miskin dipelihara oleh Pemerintah. 44


              42  Franz Magnis Suseno, Etika Politik..., Ibid., hlm. 316-317.
              43  Dalam berbagai literatur negara hukum  kesejahteraan disebut dengan
                  istilah  yang berbeda-beda. Lemaire menyebutnya  bestuurzorg (negara
                  berfungsi menyelenggarakan kesejahteraan umum) atau  welvaarstaat atau
                  verzogingsstaat, sedangkan A.M. Donner menyebutnya sociale rechtsstaat
                  (S.F. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia,
                  Yogyakarta: UII Press, 2003,   hlm. 133). Sementara dalam kepustakaan
                  Indonesia konsep negara hukum modern ini lazim diterjemahkan menjadi
                  “negara hukum kesejahteraan” atau “negara hukum dalam arti luas” atau
                  “negara hukum dalam arti materiil” (Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat
                  dan Daerah Menurut UUD 1945, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994, hlm.
                  38; Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Disertasi, Yogyakarta: UII Press,
                  2004, hlm.9); Satjipto Rahardjo menyebut dengan  istilah “negara hukum
                  yang membahagiakan  rakyatnya” (Satjipto Rahardjo, Negara Hukum Yang
                  Membahagiakan Rakyatnya, Yogyakarta: Genta Press, 2008, hlm. 100-119).
              44  RM. A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: FHUI,
                  2009, hlm. 443.
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75