Page 115 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 115
Nur Aini Setiawati
diami tempat itu diwajibkan membayar “uang meteran”
yaitu satu sen tiap satu meter persegi.
C. Sistem Pajak, Kerja Wajib, dan Sistem Apanage
atas Tanah Kasultanan
Dalam melaksanakan pemerintahannya raja dibantu oleh
para birokrat. Para birokrat ini terdiri atas sentana (keluarga
raja) dan narawita (pejabat tinggi keraton) yang diangkat oleh
raja berdasarkan status askripsi yang dimilikinya. Aparat
pemerintahan yang menjalankan pemerintahannya mendapat
imbalan jasa dari raja yang berupa tanah. Tanah ini dikenal
sebagai tanah lungguh. 52
Para pejabat yang mendapat tanah apanage dengan sendi-
rinya memiliki kekuasaan untuk mengelola tanah itu. Di Kota
Yogyakarta tanah apanage yang diberikan oleh pejabat peme-
rintah, pada umumnya di sekitar rumah pekarangan yang
didiaminya, bertempat penduduk yang berstatus sebagai
indung cangkok. Mereka diwajibkan membayar kepada pemilik
tanah dengan cara menyerahkan hasil tanaman, serta men-
jalankan kewajiban-kewajiban terhadapnya.
Tanah lungguh yang diserahkan raja kepada para sentana
dan narawita itu dapat diwariskan kepada keturunannya atau
anak sulungnya sampai dengan keturunan kedua (anak) jika
anaknya mendapat persetujuan dari raja untuk mengganti
kedudukan ayahnya. 53
52 Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan
Surakarta 1830-1920 (Yogya: P.T. Tiara Wacana, 1991), hlm. 28.
53 Rijksblad van Sultanaat Djogjakarta, no. 1 tahun 1926.
96