Page 116 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 116

Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat

                   Tanah lungguh itu oleh indung cangkok ditanami tanaman
               kebun seperti kelapa (gluntungan), buah-buahan (peni), dan
               bambu, sedangkan di daerah pinggiran kota indung cangkok
               (petani) menanam padi dan palawija seperti ketela, jagung,

               kacang-kacangan, cabai, dan sebagainya. Indung cangkok
               memiliki kewajiban untuk menyerahkan hasil tanaman
               kepada patuh sebesar 1/3 hasil tanaman untuk tanah yang
               subur dan 1/4 atau 1/5  hasil tanaman bagi tanah yang
               gersang. 54
                   Kewajiban indung cangkok terhadap patuh (pemilik tanah)
               adalah: pertama penjagaan (caos) yaitu menjaga keamanan
               rumah pekarangan yang didiami oleh patuh. Kedua, menga-
               wal (nderek) yaitu mengawal dan menjadi pengiring patuh
               ketika patuh menghadiri upacara-upacara resmi. Ketiga,
               reresik dalem, yaitu membersihkan rumah dan halaman yang
               didiami patuh. Keempat, tugur yaitu membantu jalannya upa-
               cara-upacara yang diadakan oleh patuh. Kelima menjaga ru-
               mah patuh ketika patuh bepergian dan tidak pulang. 55

                   Pada 1924 ketika patuh dihapuskan, tanah kasultanan di
               Kota Yogyakarta yang tidak digunakan diberikan kepada
               penduduk dengan hak andarbe.  Tanah itu diberikan oleh
                                            56
               para bekas patuh, para abdi dalem dan para indung cangkok
               yang telah mempunyai hak pakai atas tanah dengan hak



                   54  Rouffaer, “Vorstenlanden” dalam Adatrechtbundels, jilid
               XXXIV seri D no. 18 (The Haque Martinus Nijhoff, 1931), hlm. 73.
                   55  Wawancara dengan K.R.T Atmo, abdi dalem keraton di
               Keraton Yogyakarta pada tanggal 18 Desember 1998.
                   56  Rijksblad van Djogjakarta, no. 23, tahun 1925, Bab I, hlm. 328.

                                                                   97
   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121