Page 122 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 122
Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tunggakan
paling besar terjadi pada semester kedua tahun 1929 dan
semester pertama tahun 1930 jumlah tunggakan mencapai f.
64 dengan denda f. 16.
Kekurangan (tunggakan) pembayaran pajak pada kasul-
tanan tidak hanya terjadi pada perusahaan, tetapi juga terjadi
pada penduduk secara perseorangan. Louise Apfel seorang
berkebangsaan Belanda dan bertempat tinggal di Kampung
Pengok dengan hak opstal, tidak dapat membayar pajak (uang
meteran) sejak September 1929 hingga akhir tahun 1930 sebesar
f. 149,48. Demikian pula, pada tahun 1933 tunggakan pajak
terjadi pada orang-orang Tionghoa seperti Lie Ing Hien
(Ngadiwinatan), Pik Bing Sutie (Danurejan), Lie Kok Hien
(Ngebong Bakaran Ketandan), Lie A Jong (Jetis), The Djing
Hay (Ngabean, Ngampilan), Liem Ngo Hok (Kranggan). 64
Meskipun tunggakan pembayaran pajak di kalangan
masyarakat kepada kasultanan selalu ada pada setiap tahun-
nya, pajak yang diterima kasultanan dapat digunakan untuk
membiayai kebutuhan kerajaan. Pajak yang diterima
kasultanan atas tanah-tanah kekuasaan yang dipakai dan
disewa oleh penduduk, orang-orang nonpribumi, dan peru-
sahaan di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 7 di
bawah ini:
64 “Pratelan dari adresnja orang-orang jang sama menunggak
pajeknja Recht van Opstal tersebut dalam suratnja Paduka Regent
Patih Kepatihan” tt. 14 Desember 1933 No. 2218/G.B.
103