Page 126 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 126
Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
Tanah pekarangan jabatan sering pula dijual oleh abdi
dalem yang memiliki hak atas tanah pekarangan. Penjualan
pekarangan di kota oleh seorang abdi dalem sejak 1887 diper-
kenankan oleh Sultan Hamengku Buwono ke- VII, selama
orang melakukan penjualan tanah itu dengan syarat untuk
dihuni. Dalam pengadilan ditetapkan bahwa penjualan peka-
rangan dalam kota diperkenankan dengan perjanjian bahwa
pembeli hanya berhak mendiami pekarangan itu dengan izin
kawedanan. Di samping itu, pembeli juga harus mematuhi
kewajiban yaitu membayar pajak dan melakukan kerja untuk
nagari. 66
Mereka harus menyetorkan upeti dan melakukan kerja
bagi kawedanan cangkok, atau menebus dengan uang (duwit
penanggalan) untuk melapaskan tanah kepada kawedanan
sebagai ganti rugi bagi rumah dan tanaman sebesar f.0,01
per meter persegi. 67
Izin jual beli tanah itu disahkan melalui kawedanan dan
keraton. Di samping itu, bupati polisi kota serta asisten panji
juga terlibat dalam pengaturan setiap penjualan dan penan-
datanganan akta hak milik tanah. Penjual membayar 5% dari
jumlah harga tanah sebagai uang saksi (pilasi). Dari uang itu
2/3 bagiannya disetorkan kepada kawedanan dan 1/3 bagian
disetorkan kepada keraton/nagari. 68
Apabila yang membeli tanah pekarangan adalah abdi da-
lem, padahal ia sudah mempunyai tanah pekarangan jabatan,
66 Rijksblad van Sultanaat Djokjakarta, 1918, no. 14.
67 Adatrechtbundel, Ibid., hlm. 205.
68 Ibid.
107