Page 40 - Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965
P. 40
TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH
kondisi obyektif melimpahnya cadangan tenaga kerja di
Jawa. Sensus tahun 1961 menunjukkan bahwa dari jum-
lah total angkatan kerja yang mencapai 34,6 juta jiwa,
sejumlah 1.869.620 (5,4 persen) adalah mereka yang ter-
41
golong sebagai pengangguran terselubung. Dalam kon-
disi seperti ini tampak jelas betapa lemahnya posisi kaum
buruh dalam menentukan tingkat upah mereka.
Kondisi itu membuat tingkat upah di Indonesia selalu
tertinggal dari perkembangan kenaikan harga. Dengan
kata lain, upah riil yang diterima selalu merosot tingkat-
nya. Sebagai contoh, apabila pada 1953-1954 upah mini-
mum yang diterima buruh perkebunan dan industri
kretek mencapai tingkat Rp3,50 per hari, maka kenaikan
upah di perkebunan pada tahun 1963 di Jawa hanya men-
capai Rp10 (kurang dari tiga kali lipat peningkatannya).
Sementara pada saat yang sama, indeks harga kebutuhan
pokok mengalami peningkatan sebesar 23 kali dalam
periode yang sama. 42
Hingga tahun 1964, upah minimum ditetapkan sebe-
sar Rp125,00 per hari. Perhitungan Lance Castles terha-
dap tingkat upah minimum tersebut dalam sektor indus-
tri kretek di Kudus menunjukkan bahwa tingkat upah
buruh pabrik rokok yang berkisar antara Rp105,00 -
Rp180,00 secara riil hanya mampu digunakan untuk
membeli beras sebanyak 1,3 hingga 1,5 liter. Dalam satu
bulan, upah yang diterima hanya mampu membeli sekitar
33,3 liter beras. Sedangkan dalam perhitungan seder-
hana, kebutuhan konsumsi beras rumah tangga yang ter-
41. Everret D. Hawkins, “Job Inflation in Indonesia,” dalam Asian Survey.
Vol. VI. No. 5, May 1966, hal. 267.
42. Ibid., hal. 268.
34

