Page 36 - Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965
P. 36

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

              terdapat kaum tani yang menggarap 8 petak tanah tuan
              tanah. Tiga petak tanah dikerjakan dalam sistem maron,
              sedangkan untuk sisanya menjadi milik tuan tanah.
              Dalam bentuk uang, di daerah Lemahabang seorang
              penggarap membayar sewa sebesar Rp60.000 untuk 1
              bouw tanah dalam setahun. 32
                  Eksploitasi yang menggabungkan praktik bagi-hasil
              dengan tujuan menghasilkan produk komersial, baik un-
              tuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor, melandasi
              berkembangnya kekuatan ekonomi tuan tanah pada masa
              itu. Di samping itu, meningkatnya jumlah penduduk pe-
              desaan mengakibatkan terus bertambahnya jumlah pe-
              tani tak bertanah yang mengakibatkan semakin lemahnya
              posisi mereka dalam keikutsertaan produksi agraria. Hal
              ini mencirikan suatu bentuk perekonomian Indonesia
              pada saat itu, di mana dalam menekan tingkat upah per-
              tanian, tuan tanah tidak merasa perlu kalah bersaing de-
              ngan kegiatan ekonomi lainnya yang memang tidak
              memiliki kemungkinan menyerap jumlah tenaga kerja
              pedesaan yang terus bertambah.




              KETERBELAKANGAN DAN KONDISI EKONOMI
              NASIONAL

              Kehidupan masyarakat Indonesia sejak dekade 1950-an
              hingga awal 1960-an diwarnai oleh kemunduran ekonomi
              yang pada umumnya berkaitan dengan kemerosotan nilai



              32. Sobandi, “Penilaian Landreform dari Segi Perangsang dan Iklim Politik,”
                 Institut Pertanian dan Gerakan Tani Egon, dalam Konferensi Nasional
                 Ekonomi Pertanian Ke-I, Tjibogo, 6-12 Desember 1964. hal. 4.

                                        30
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41