Page 54 - Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965
P. 54
TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH
dijalankan oleh pemerintahan militer Jepang di Indo-
nesia selama Perang Pasifik. Untuk merespons blokade
ekonomi Sekutu dan kebutuhan menyediakan suplai
makanan di garis depan, pemerintah militer Jepang ber-
usaha keras melipatgandakan produksi hasil bumi seper-
ti beras, ubi, singkong, kapas dan jarak. Caranya adalah
dengan memperluas areal pertanian dengan membong-
kar hutan-hutan dan perkebunan milik Belanda yang
sebagaian besar merupakan produsen tanaman keras.
Selama periode tiga setengah tahun kekuasaan
Jepang, puluhan ribu hektar tanah dan perkebunan
berubah menjadi areal pertanian rakyat. Tanaman keras
digantikan oleh beras, jagung, singkong, huma, kapas dan
jarak. Penguasaan tanah partikulir oleh Jepang membuat
mereka mampu memenuhi kebutuhan ekonomi perang,
seperti yang dilakukan Jepang terhadap tanah-tanah par-
tikulir di Pemanukan dan Ciasem. Pemerintahan balaten-
tara Jepang juga mendirikan Kantor Urusan Tanah
Partikelir [Syriichi Kanri Kosha] yang mengurus produksi
tanaman konsumsi perang. Melalui barisan kerja rodi,
6
pemerintah membagikan tanah kepada kaum tani dan
menganjurkan agar tanah tersebut ditanami bahan-bahan
pangan. Praktik tersebut memberikan dukungan yang luas
bagi pemerintahan militer Jepang dari kaum tani yang
mendapatakan kesempatan untuk menggarap kembali
lahan pertaniannya.
Memasuki tahun 1947 di wilayah yang berada dalam
kedaulatan pemerintahan republik, pembekuan hak-hak
konversi mulai dijalankan oleh pemerintah. Di Surakarta
6. Lihat M. Tauchid. Masalah Agraria Sebagai Masalah Kemakmuran Rak-
yat Indonesia. Djilid Dua. Penerbit Tjakrawala; Djakarta, 19521,hal. 7-8.
48

