Page 53 - Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965
P. 53
PEMERINTAHAN REPUBLIK DAN MASALAH AGRARIA
kebunan bagaimana pun tetap merupakan sektor ekspor
terpenting yang bisa menghasilkan devisa bagi negara.
Sikap pemerintah yang enggan untuk memberikan
tekanan pada usaha-usaha pihak perkebunan untuk men-
dapatkan lagi hak miliknya di Indonesia tidak lain
bersumber dari dilema ini.
Di lain pihak, pendudukan tanah-tanah perkebunan
oleh petani telah berlangsung di mana-mana. Tindakan
ini didorong oleh kepentingan Jepang saat pendudukan-
nya. Selain itu, di masa selanjutnya, petani juga semakin
menyadari bahwa adalah hak mereka untuk menduduki
tanah-tanah perkebunan terjadi di mana-mana, di pusat-
pusat perkebunan utama di pulau Jawa dan Sumatera
Timur. 5
Ketika pemerintah Republik Indonesia baru saja
berdiri, berbagai tuntutan agar pemerintah segera me-
nyelesaikan problem-problem agraria telah disuarakan
dengan keras oleh masing-masing organisasi tani yang
berdiri setelah revolusi. Sesuai dengan kedaulatan repub-
lik yang baru lahir, organisasi-organisasi tani meman-
dang sudah merupakan keharusan bagi pemerintah
untuk segera mengambil alih kekuasaan perkebunan
milik pengusaha Belanda dan menghendaki pemerintah
segera mengeluarkan peraturan yang menata struktur
agraria kolonial ke dalam tatanan agraria yang sesuai
dengan cita-cita Republik.
Tuntutan tersebut memang seakan mendapatkan
legitimasi kuat terkait pengalaman ekonomi perang yang
5. Peristiwa Tanjung Morawa, sebagaimana dilukiskan oleh Karl Pelzer, de-
ngan jelas menggambarkan bagaimana pendudukan tanah tersebut tak
terhindarkan. Lihat Karl Pelzer. Sengketa Agraria, Penguasa Perkebunan
Melawan Petani. Jakarta, Sinar Harapan, 1991.
47

