Page 267 - Prosiding Agraria
P. 267
252 STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
tertentu. Hak atas tanah diberikan kepada perorangan atau bersama-sama dengan orang lain
dan dapat diberikan kepada badan hukum (Harsono, 2003).
Adrian Sutedi menyatakan bahwa bertambah majunya perekonomian rakyat dan
nasional, maka bertambah pula kepentingan akan kepastian hukum di bidang pertanahan.
Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi persengketaan karena tanah berfungsi penting
bagi kehidupan masyarakat. Berhubungan dengan hal tersebut, maka perlu jaminan kepastian
hukum dan kepastian hak atas kepemilikan tanah. Dalam rangka mendapatkan jaminan
kepastian hukum dan kepastian hak milik atas tanah,masyarakat perlu mendaftarkan tanah
guna memperoleh sertifikat hak atas tanah yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat
atas kepemilikan hak atas tanah (Sutedi, 2012).
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah merupakan
dasar hukum kepemilikan penguasaan tanah ulayat yang belum dibuktikan dengan adanya
sertifikat. Secara hukum, subjek hukum yang menguasai tanah menjadikan tanah sebagai
sumber kehidupan sehari-harinya di atas tanah itu sehingga tanah itu dikelola secara terus-
menerus tanpa putus (Arisaputra & Mardiah, 2019). Demikian, hak atas tanah masyarakat
hukum adat yang dinamakan tanah ulayat juga membutuhkan kepastian hukum atas tanah,
maka masyarakat hukum adat perlu mendaftarkan tanah guna memperoleh sertifikat hak
atas tanah yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat atas kepemilikan hak atas tanah.
Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya berdasarkan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945
dengan memberikan pedoman bagi pengakuan masyarakat hukum adat di Indonesia dan
perlindungan hukum atas keberadaannya (Salam, 2016). Keberadaan masyarakat hukum adat
telah diterima dalam kerangka hukum yang berlaku di Indonesia. Pengaturan keberadaan dan
hak- hak masyarakat hukum adat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Undang- Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti
dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan dan masih banyak peraturan perundang-undangan lainnya yang juga mengakui
keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-hak mereka. (Simarmata, 2006). Hak ulayat
berlaku baik secara internal maupun eksternal untuk masyarakat hukum adat. Orang yang
bukan anggota masyarakat hukum adat tidak berhak menguasai tanah dalam wilayah adat
tertentu. Mereka hanya membuat perjanjian dengan kompensasi dan kemitraan, dalam arti
semua warganya tetap dapat memetik hasil bumi dan semua tumbuhan dan hewan yang
hidup di wilayah persatuan. (Muhammad, 2014).
Peralihan dari status tanah masyarakat hukum adat menjadi hak pengelolaan, kemudian
di atasnya diberikan hak atas tanah yaitu hak guna usaha untuk usaha perusahaan sangat
menarik untuk dikaji, karena merupakan kebijakan baru yang belum pernah terjadi di
Indonesia. Tanah hak pengelolaan adalah tanah negara yang pelaksanaan kewenangannya
sebagian diberikan kepada pemegangnya. Sedangkan tanah ulayat adalah tanah yang berada