Page 45 - Prosiding Agraria
P. 45

30      STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
                    MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT





























                                Gambar 5. Peta progres pemetaan ulayat kaum di Nagari Pagadih
                                                 Sumber: Analisis Peneliti

                 Sebagai  catatan,  proses  pemetaan belum menerapkan  sepenuhnya ketentuan  yang
            termuat  dalam pemetaan  tanah ulayat  sesuai  PermenATR  14/2024,  misalnya penandaan
            batas dan  penyusunan  berita acara  kesepakatan dengan wilayah  sempadan  yang  belum

            dilaksanakan. Namun, data pemetaan yang diperoleh dapat menjadi bahan yang berguna
            untuk menyesuaikan ketentuan PermenATR 14/2024.

                 Hasil pemetaan menunjukkan bahwa beberapa ulayat kaum melewati batas administrasi
            desa/nagari dan Kawasan Hutan. Ini mengindikasikan bahwa ulayat suku atau kaum di suatu
            nagari bisa melampaui batas administrasi nagari dan Kawasan Hutan. Hingga penelitian ini

            ditulis, telah terpetakan 20 persil tanah ulayat. 20 persil ini mencakup penguasaan oleh 12 ninik
            mamak dari total 20 kaum di Nagari Pagadih. Jika mempertimbangkan luas wilayah Nagari
            Pagadih, masih banyak lahan yang belum teridentifikasi status ulayat dan kepemilikannya.

            Tantangan utama dalam pemetaan ini adalah luasnya lahan yang belum terpetakan.
                 Lahan yang sudah dipetakan menunjukkan pola persil yang bervariasi, ada yang tersebar

            dan ada yang kolektif. Pola ini dapat dijelaskan melalui proses pembagian lahan yang terjadi
            saat awal pembukaan kampung dan ladang, yang disebut manaruko dan mancincang malateh.
            Manaruko  dan mancincang  malateh memiliki makna  yang  sama,  yaitu membuka lahan,
            tetapi manaruko fokus pada sawah, sementara mancincang malateh pada ladang (parak).

            Kaum menata ruang dengan membagi lahan sesuai peruntukannya, seperti sawah, ladang,
            pemukiman, rimbo satumpuk (hamparan hutan kecil), atau kapalo banda (hulu air), serta
            lahan cadangan. Pembukaan lahan ini biasanya didasarkan pada ketersediaan sumber daya
            dalam kaum tersebut. Semakin banyak anggota suatu kaum, semakin besar pula sumber daya

            untuk membuka lahan, yang kemudian menentukan luas ulayat suatu suku atau kaum.

                 Dalam  pemetaan  ini, lahan  yang  tidak  termasuk  dalam  cakupan  suatu  kaum  saat
            manaruko dan mancincang malateh di masa awal mendirikan nagari namun telah diklaim
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50