Page 46 - Prosiding Agraria
P. 46

Penerapan Sistem Adat untuk Reforma Agraria di Sekitar Kawasan Hutan:   31
                                                                         Studi Kasus Nagari Pagadih, Sumatera Barat

             kepemilikannya oleh tiap kaum. Lahan tersebut akan menjadi lahan cadangan yang dapat
             dibuka kembali oleh paruik atau kaum yang sama jika dibutuhkan. Biasanya lahan tersebut
             telah ditandai dengan tanaman tua (kemiri, kopi, kulit manis, jengkol dan petai).

                  Meskipun  pemetaan  ulayat kaum  diharapkan  dapat memberikan kepastian hukum
             terkait batas ulayat antar kaum sekaligus menghindari konflik lahan, inisiatif ini pada awalnya

             belum mendapat respon yang baik karena belum semua penghulu bersedia ulayat kaumnya
             untuk dipetakan. Alasan yang pertama ialah adanya kekhawatiran anggota keluarga (Saparuik
             sakaum) terhadap kemungkinan pengenaan pajak terhadap aset kaumnya oleh Negara jika

             telah terpetakan. Kedua, tidak semua penghulu mengetahui secara persis dimana batas–batas
             ulayat kaumnya (Lantak pasumpadan) di lapangan dan kronologis jika terjadi perubahan
             kepemilikan ulayat kaum (pegang gadai). Ketiga transparansi informasi dari Pengulu tidak
             tersedianya keterangan  tertulis melainkan informasi lisan  yang  diterima  dari  penghulu
             sebelumnya (Tutua nan ditarimo warih nan dijawek) terkait ulayat kaum yang masih eksis

             maupun ulayat kaum yang mungkin telah digadaikan ke kaum lain (pegang gadai).


             C.2 Bagaimana Penerapan Sistem Adat Dapat Membantu Percepatan Implementasi Reforma

                 Agraria
                  Berdasarkan analisis  tematik  pada  transkrip wawancara  masing-masing  responden,
             berikut ialah interpretasi peneliti terhadap perspektif masing-masing responden mengenai
             tema-tema terkait (1) dinamika dan inisiatif di Nagari Pagadih, (2) kebijakan Reforma Agraria

             (RA) dan Perhutanan Sosial (PS), dan (3) peluang dan tantangan dalam penerapan sistem
             Adat Minangkabau pada RA/PS.



             C.2.1   Perspektif Pemerintah Daerah
                  Kantah  Agam  selaku  representasi Pemerintah Kabupaten  di  bidang  Reforma  Agraria
             bertindak  sebagai koordinator harian  dan Gugus  Tugas Reforma  Agraria (GTRA)  di
             Kabupaten Agam. Narasumber menyatakan bahwa Kantah Agam menyelenggarakan urusan

             pemerintahan  yang  terkait dengan  bidang  Reforma  Agraria  sesuai dengan  perencanaan
             dan penganggaran program  yang  ditetapkan.  Narasumber  turut  menyampaikan  status
             pendaftaran tanah secara umum di Kabupaten Agam, yaitu sekitar 53% yang terdaftar. Pada

             waktu wawancara, diketahui baru terdapat 8 bidang tanah yang terdaftar di Nagari Pagadih,
             baik bersertifikat hak milik atau sekedar terdaftar sebagai fasilitas umum. Di luar Kawasan
             Hutan dan area 8 bidang tanah tersebut, dapat diterapkan pendaftaran tanah ulayat dengan
             skema Hak Pengelolaan (HPL)  atau Hak Milik  sebagaimana  diatur  dalam PermenATR
             14/2024 tentang Penyelenggaran Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat

             Masyarakat Hukum Adat (Pemerintah Republik Indonesia, 2024b). Apabila dilaksanakan,
             hal  ini  dapat menjadi inisiatif  pertama hak  ulayat  di Kabupaten  Agam  yang  direkognisi
             pemerintah. Langkah awal untuk memperoleh skema HPL tidak mudah. Sesuai Permen ATR

             14/2024,  seluruh  masyarakat  hukum adat di  Nagari  Pagadih  perlu diakui  terlebih dahulu
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51