Page 47 - Prosiding Agraria
P. 47
32 STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
secara legal formal melalui penetapan oleh Bupati. Namun, secara umum, beliau menyatakan
bahwa percepatan program Reforma Agraria secara keseluruhan dapat dilakukan apabila
pelepasan Kawasan Hutan berprogres dengan optimal.
Seluruh narasumber pada lingkup Pemerintah Kabupaten Agam mengkonfirmasi bahwa
kebijakan Perhutanan Sosial (PS) dapat memberi kepastian hukum khusus pada aspek
pengelolaan lahan. PS dapat memberi ruang bagi masyarakat adat Minangkabau untuk
mempraktekkan pengelolaan lahan sesuai sistem adatnya, akan tetapi dalam aspek kepemilikan
dan penguasaan lahan menjadi hal berbeda. Sementara itu, narasumber menyatakan bahwa
pelaksanaan PermenATR 14/2024 idealnya memerlukan proses musyawarah mufakat antara
Ninik Mamak pimpinan Kaum dengan anak kemenakan. Berbagai bentuk peraturan Reforma
Agraria baik di level nasional atau daerah tentu penting menjadi panduan, akan tetapi tanpa
adanya musyawarah mufakat tersebut, yang mana merupakan prinsip umum dalam sistem
adat pada penguasaan dan pengelolaan lahan di Sumatera Barat, pelaksanaan program
Reforma Agraria dapat terkendala.
Seluruh narasumber pada lingkup Pemerintah Kabupaten Agam turut menanggapi
bahwa Nagari Pagadih dapat menerapkan HPL, apalagi dengan bermodalkan KAN yang
masih berfungsi dan adanya inisiatif pemetaan ulayat kaum. Akan tetapi, narasumber-
narasumber memberi catatan bahwa proses sertifikasi yang akan terjadi perlu memperhatikan
mekanisme bagaimana Ninik Mamak kepala kaum “membagi” lahan kepada anak kemenakan
sebagaimana adat yang berlaku, terutama apabila sertifikat akan dijadikan hak milik oleh
anak kemenakan yang bersangkutan, sementara sertifikat pada umumnya mengakui satu
nama individu sebagai subjek hak.
Menurut representasi narasumber dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, yaitu Dinas
Kehutanan melalui UPTD KPHL Agam Raya, disampaikan bahwa program Perhutanan Sosial
(PS) sudah dapat mengakomodir pengelolaan hutan berdasarkan adat yang berlaku, termasuk
di Pagadih. PS merupakan program yang dapat mendukung pengelolaan lahan berbasis kaum.
Dengan PS, masyarakat legal mengelola kawasan hutan, meskipun secara adat, status lahan
tersebut sudah dikelola secara bertahun tahun dan sudah ditetapkan bahwa kepemilikan
suatu lahan dipunyai oleh kaum tertentu. Secara praktis, unsur-unsur pemangku adat dapat
terlibat dalam pengambilan keputusan dan berperan langsung dalam struktur kepengurusan
pengelola PS.
Melalui program PS, narasumber meyakini bahwa pengelolaan secara adat dapat berjalan
dengan negara tetap melakukan kontrol terhadap pengelolaan Kawasan Hutan. Misalnya,
skema PS yang diterapkan di Nagari Pagadih, yaitu Hutan Nagari berlaku hingga 35 tahun
dan dapat dievaluasi setiap 5 tahun sekali. Narasumber menilai bahwa ketetapan ini dapat
menghindari pengelolaan lahan yang tidak berkelanjutan oleh oknum-oknum masyarakat.
Selain itu, UPTD KPH turut bertugas dalam memberikan pembinaan kepada kelompok
masyarakat pasca perolehan izin persetujuan pengelolaan PS, seperti pembentukan Kelompok