Page 48 - Prosiding Agraria
P. 48

Penerapan Sistem Adat untuk Reforma Agraria di Sekitar Kawasan Hutan:   33
                                                                         Studi Kasus Nagari Pagadih, Sumatera Barat

             Usaha Perhutanan Sosial yang sudah ada di Pagadih. Narasumber meyakini bahwa ini ialah
             bentuk kehadiran negara untuk memastikan pemberdayaan ekonomi masyarakat.



             C.2.2  Perspektif Pakar dari Kementerian ATR
                  Wawancara dengan staf ahli Kementerian ATR memberikan pandangan yang mendalam
             terhadap strategi penataan tanah ulayat dan peran pentingnya dalam konteks Reforma Agraria
             dan sistem adat di Nagari Pagadih. Pertama, pandangan terhadap Wilayah Adat dibedakan

             dari Tanah Ulayat. Wilayah Adat bisa saja tidak memiliki ulayat apabila sudah bersertifikat
             hak milik. Kemudian,  pembahasan mengenai  pendaftaran  tanah  ulayat (PermenATR
             14/2024)  menyoroti posisinya dalam  konteks  RA. Meskipun  tanah ulayat  berbeda dengan

             TORA, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk merombak struktur penguasaan
             dan pemilikan tanah demi menjamin hak rakyat atas tanah sesuai amanah Undang-Undang
             Pokok Agraria.

                  Narasumber memberikan saran kepada masyarakat adat Pagadih terkait inisiatif mereka
             dalam menghidupkan kembali sistem adat dalam pengelolaan lahan (Perna). Pagadih dapat

             mengajukan pendaftaran tanah ulayat sesuai dengan ketentuan PermenATR 14/2024. Terdapat
             dua skema yang dapat dipilih, yaitu (1) skema tanah ulayat kaum yang menjadi hak milik kaum
             atau (2) skema tanah ulayat Nagari atau dikelola oleh KAN yang berbentuk Hak Pengelolaan
             (HPL). Namun, keputusan terbaik harus melalui musyawarah mufakat oleh masyarakat adat
             Pagadih. Hal terpenting ialah memastikan subjek hak dan menghindari potensi konflik antar

             kaum.

                  Pembahasan berlanjut  dengan  penjelasan mengenai  status Hak Pengelolaan (HPL)
             dan Hak Milik kelompok anggota Masyarakat Hukum Adat (MHA) terkait pemberlakuan
             pajak. HPL tidak dikenakan pajak, namun jika digunakan dalam kerjasama, akan dikenakan
             pajak oleh Pemerintah Daerah setempat. Sementara itu, Hak Milik tetap dikenakan pajak.

             Dengan demikian, kekhawatiran umum masyarakat di Pagadih pada masa pemetaan ulayat
             kaum yang difasilitasi oleh WRI Indonesia sebelumnya sepatutnya sudah dipertegas dari hasil
             wawancara ini.



             C.2.3  Kombinasi Sistem Adat Minangkabau, Reforma Agraria, dan Perhutanan Sosial
                  Sebagaimana  sistem adat  Minangkabau,  tanah  ulayat dikuasai  oleh  masyarakat
             hukum adat dan diartikan sebagai tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang

             bersangkutan. Tanah ulayat tidak dibatasi oleh Kawasan Hutan dan Non-Kawasan Hutan, akan
             tetapi berdasarkan pada penguasaan oleh Kaum dan Suku. Pada sistem adat Minangkabau,
             pengelolaan  tanah  ulayat dipimpin oleh  Penghulu  (Kepala  Kaum)  dan  pemanfaatannya
             diperuntukan baik bagi warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan maupun orang

             luar  sepanjang adanya  kesepakatan dengan  Kepala  Kaum dan  seluruh anak  kemenakan.
             Sistem  adat  untuk  penguasaan  dan  pengelolaan  lahan  sebagaimana  dicantumkan  dalam
             Peraturan Nagari 2/2023 (Perna) di Pagadih sesuai dengan prinsip-prinsip adat Minangkabau.
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53