Page 77 - Prosiding Agraria
P. 77
62 STRATEGI PERCEPATAN IMPLEMENTASI REFORMA AGRARIA:
MELANJUTKAN PENYELESAIAN PERSOALAN AGRARIA UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
dan penguatan kemampuan anggota komunitas petani. Skema yang sesuai adalah skema ke
3 (tiga) hal ini memungkinkan masyarakat untuk memiliki akses yang lebih besar terhadap
tanah pertanian yang dimiliki oleh PTPN wilayah I, sehingga pemberdayaan dan keberdayaan
kelompok petani dapat lebih meningkat, sehingga potensi konflik terkait pemanfaatan tanah
dapat diminimalisir, sehingga kedua belah pihak dapat saling mendukung dalam upaya
pengembangan usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
D. Kesimpulan
1. Penyelesaian konflik agraria di kecamatan Keera tidak dapat diselesaikan dengan
penataan aset melalui redistribusi tanah, hal ini dikarenakan tanah yang menjadi
konflik adalah milik dari PTPN Wilayah I yang merupakan aset dan sebagai modal
utama dalam menjalankan usaha di bidang perkebunan, sementara masyarakat yang
sudah menempati tanah tersebut secara turun temurun menganggap tanah tersebut
adalah tanah leluhurnya. Reforma agraria dengan konsep redistribusi pemanfaatan
tanah, menjadi salah satu solusi untuk menyelesaikan sengketa tanah antara PTPN dan
masyarakat di Kecamatan Keera sekaligus untuk memperkuat ekonomi masyarakat
setempat.
2. Setiap komunitas memiliki karakteristik yang unik, sehingga pendekatan
pemberdayaan harus disesuaikan dengan kebutuhan, nilai, dan aspirasi mereka. Proses
pemberdayaan haruslah berdasarkan pada kerja sama, partisipasi dan penguatan
kemampuan anggota komunitas petani, untuk di Kecamatan Keera skema yang
sesuai adalah Penyusunan perjanjian kerja sama antara PTPN wilayah I dengan mitra
sanding masyarakat: setelah disepakati lokasi, luas tanah dan jumlah masyarakat serta
jumlah kelompok petani yang memperoleh redistribusi pemanfaatan, mitra sanding
membuat perjanjian kerja sama dengan masyarakat, dan masyarakat disini bukan
perorangan melainkan dalam bentuk kelembagaan, berdasarkan perjanjian tersebut
mitra sanding membuat perjanjian dengan PTPN wilayah I terkait pemberdayaan
masyarakat.
3. Monitoring, dan evaluasi secara terbuka dan berkala terhadap redistribusi pemanfaatan
tanah, serta pendampingan secara sustainable, harus terus dilakukan oleh seluruh
stakeholder terkait, terutama 5 (lima) pilar, sehingga kendala dan hambatan dalam
pelaksanaan redistribusi pemanfaatan tanah dapat diketahui sedini mungkin, hal ini
juga sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya potensi risiko konflik kembali pasca
berakhirnya hak atas tanah di atas HPL. Para stakeholder, dapat membuat kolaborasi
program kerja dan sekaligus membuat perjanjian kerja sama, yang dapat menunjang
kegiatan usaha para kelompok tani yang memperoleh redistribusi pemanfaatan tanah,
sehingga para kelompok tani bisa mandiri dan meningkat kesejahteraannya.