Page 82 - Prosiding Agraria
P. 82
Penyediaan Tanah Untuk Reforma Agraria oleh Bank Tanah 67
(Provision of Land for Agrarian Reform by The Land Bank)
terdapat hak tetapi karena sesuatu hal atau adanya perbuatan hukum tertentu menjadi tanah
negara (Limbong, 2017). Selanjutnya tanah negara bebas yang digunakan untuk TORA disebut
sebagai tanah negara.
Tanah negara bekas kawasan hutan tersedia sebagai tanah objek reforma agraria apabila
telah ditetapkan secara definitif. Penyediaan TORA dari tanah kawasan hutan harus melalui
proses pelepasan kawasan hutan. Keberhasilan proses pelepasan kawasan hutan tersebut
memerlukan koordinasi yang baik antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian LHK serta
sinkronisasi ketentuan dan prosedur yang berlaku (Nurlinda, 2018).
Tanah bekas HGU dapat menjadi TORA apabila masa berlakunya HGU berakhir dan
tidak diajukan perpanjangan dan pembaruan (Widarbo, 2021; Arifin & Wachidah, 2023).
Meskipun tanah bekas HGU dapat diperuntukan sebagai tanah objek reforma agraria, tetapi
tidak dapat langsung didistribusikan karena masih terdapat hak keperdataan dari bekas
pemilik mengenai bagunan atau tanaman diatas tanah. Untuk itu diperlukan penyelesaian
hak keperdataan bekas pemilik menurut ketentuan yang berlaku (Mujiburohman, 2016).
Tanah telantar pada dasarnya berasal dari sebagian atau seluruh areal HGU yang tidak
diusahakan oleh pemegang hak yang kemudian ditetapkan oleh pemerintah menjadi tanah
telantar (Ismail, 2013). Penyelesaian tanah telantar melalui reforma agraria adalah dengan
melakukan penataan atas penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
(P4T) secara adil dan otimal yaitu penggarap harus mengerjakan atau mengusahakan secara
aktif (Saripudin, 2015). Potensi konflik pengalokasian tanah telantar untuk reforma agraria
adalah adanya klaim dari masyarakat adat sehingga diperlukan pendekatan secara sosiologis
dan norma-norma adat setempat (Krismantoro, 2023).
Bank Tanah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021
tentang Badan Bank Tanah ditugaskan oleh Negara untuk menyediakan tanah untuk berbagai
kepentingan pembangunan di Indonesia (Arnowo, 2021; Wijayanti et al, 2023). Pembentukan
bank tanah tidak terlepas dari kewajiban mengalokasikan sebagian aset tanahnya untuk
reforma agraria (Arnowo, 2022). Bank tanah mendukung program reforma agraria melalui
mekanisme pengalokasian aset Bank Tanah yang kemudian didistribusikan (Arnowo, 2023).
Salah satu fungsi bank tanah adalah perolehan tanah yang umumnya berupa tanah
negara (Zahra, 2017). Aktivitas perolehan tanah oleh bank tanah meliputi tahap penyediaan,
pematangan, dan penyaluran tanah (Wijayanti et al, 2023. Tanah negara yang dikumpulkan
kemudian direncanakan untuk didistribusikan ke program reforma agraria (Danendra &
Mujiburohman, 2022).
Keberadaan bank tanah menurut dasar hukum pembentukannya menjamin ketersediaan
tanah untuk reforma agraria. Dukungan bank tanah terhadap reforma agraria dipertegas
dengan isi Pasal 22 (2) PP Nomor 64 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa ketersediaan tanah
untuk reforma agraria dialokasikan sebesar 30 % dari tanah negara yang diperuntukkan Bank
Tanah. Meskipun demikian terdapat masalah berupa perolehan tanah yang dilakukan Bank