Page 181 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 181

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
            menjadi kopra, kemudian diolah kembali oleh pedagang
            Cina yang berada  di pasar Pituruh. Pada periode lurah
            setelahnya yaitu lurah Kartodimedjo, dilahan
            perkarangan sudah ditanam cengkeh, jambu mete, jambu
            Bangkok, pohon turi dan kacang tanah, akan tetapi untuk
            buah jeruk, tembakau dan pepaya telah hilang dari
            peredaran khasanah buah desa. Pada tahun 70-an dan
            80-an di periode Kartodimedjo terdapat perkumpulan
            Wanita Tani Indonesia, perkumpulan ini melakukan
            proyek “warung dan apotik hidup” yang penanamannya
            dilakukan di lahan perkarangan. Sementara itu, pada
            periode lurah Tukiyono lahan perkarangan ditambah ta-
            naman baru yakni kapulogo dan temulawak, untuk pe-
            nanaman cengkeh di perkarangan sudah mulai
            ditinggalkan.
                Komoditas hasil pekarangan memiliki dua pola
            distribusi, yaitu petani menjualnya langsung ke Pasar
            Pituruh, atau menjualnya pada tengkulak yang datang
            ke Desa Ngandagan. Biasanya pada hari pasaran (Selasa
            dan Jum’at) petani menjualnya langsung ke Pasar Pitu-
            ruh, tetapi bila tidak hari pasaran petani menjualnya ke
            tengkulak. Jika penduduk mendesak membutuhkan uang,
            maka mereka akan menjualnya secara ijon seperti untuk
            tanaman pisang, rambutan, dan melinjo. Atau mereka
            menunggu buah itu matang untuk kemudian dijual sendiri
            ke pasar atau didatangi oleh pengepul.
                Untuk penjualan kelapa, masyarakat menjualnya


            160
   176   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186