Page 185 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 185
Ahmad Nashih Luthfi dkk.
menyempitlah jaminan tunakisma dan buruh tani agar
bisa mengakses hasil panen
Dalam kajian tentang tebasan dan bawon, setidak-
nya ada tiga aliran pokok. Aliran pertama, melihat secara
romatik, seperti dilakukan oleh Clifford Geertz. Aliran
ini melihat bahwa bawon merupakan mekanisme shar-
ing of poverty. Aliran kedua sedikit berbeda dengan Geertz,
aliran ini melihat bahwa bawon eksis karena tuntutan
tunakisma dan buruh tani yang mengharuskan pemilik
kaya membagi sebagian kekayaannya kepada mereka.
Aliran ketiga mencoba bersikap kritis terhadap keduanya,
dengan melihat kondisi seperti apa yang terjadi sehingga
sistem bawon ditinggalkan dan tebasan lebih dipilih. 11
Adapun besaran penghitungan bawon ditentukan
oleh berbagai faktor: (1) kualitas panen, jumlah bawon
kecil jika panen mengalami kegagalan; (2) waktu panen.
Di Ngandagan, jumlah bawon pada musim panen padi
kedua (bulan Juli) adalah sebesar 5:1, bukan 6:1 sebagai-
mana biasa. Hal ini karena buruh tani sekaligus menyu-
sulinya dengan menanam kedelai. (3) hubungan keke-
rabatan antar pemilik sawah dengan buruh derep. Jika
Agraria:Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris (Moh. Shohibuddin,
peny.), (Yogyakarta: STPN, 2009), hlm. 18.
11 Ben White, “Rice Harvesting and Social Change in Java: an
Unfinished Debate”, dalam The Asia Pacific Journal of Anthropology,
1(1) 2000, hlm. 95-96.
164