Page 187 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 187

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
            bentuk uang untuk kerja panen sangatlah langka. Upah
            dalam bentuk uang dilakukan dalam aktifitas menanam,
            menyiangi rumput, dan memupuk. Upahnya tentu
            berbeda dengan upah memanen.
                Bagi pemilik sawah, hasil bersih gabah akan diper-
            olehnya sebanyak 1042 kg (1250-208 kg). Gabah sebanyak
            ini setara dengan uang Rp. 2.084.000–Rp. 2.396.600. akan
            tetapi jika ia memanennya dengan cara tebasan, maka
            nilainya akan lebih rendah dari angka itu.
                Sementara itu, gambaran tentang tebasan di Ngan-
            dagan lebih mendekati pandangan ketiga di atas. Tebasan
            dilakukan dalam kondisi ketika luasan tanah di
            Ngandagan sangatlah kecil, terutama dengan mayoritas
            plot yang dikuasai dalam bentuk sawah buruhan 45 ubin.
            Jika dikerjakan dalam bentuk bawon, maka pemilik akan
            menerima jumlah yang sangat sedikit. Demikian juga
            tebasan dipilih karena musim panen yang jelek, banyak-
            nya turun hujan sehingga mempengaruhi mutu gabah,
            dan kondisi padi yang rebah diterpa angin semasih di
            sawah. Pemilik sawah meresa kerepotan jika harus
            memanen sendiri dan dibantu orang lain dengan peng-
            upahan bawon. Mereka lebih memilih menjualnya ke
            penebas dengan mendapat bayaran seminggu sebelum
            dipanen. Dengan pilihan ini mereka tinggal menerima
            hasil bersih.
                Gambaran tentang tebasan adalah demikian. Pada
            saat panen padi tiba, tukang tebas mendatangi rumah


            166
   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191   192